Budaya Indonesia dalam Lintasan Sejarah

Data Buku
Judul : Kamus Sejarah & Budaya Indonesia
Penulis : Putri Fitria
Penerbit : Bandung, Nuansa Cendekia
Cetakan : I, 2014
Tebal : II + 228 halaman
Peresensi : Rohmat Kurnia

SEJARAH dan budaya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling menyokong satu sama lain. Seiring bergulirnya zaman kebudayaan pun muncul. Bahkan sudah muncul sejak manusia belum mengenal aksara sekalipun. Melalui budaya manusia menuliskan sejarahnya, dan budaya lahir dalam perguliran waktu yang membentuk sejarah. Hingga akhirnya keduanya tak terpisahkan.

Sejarah dan budaya Indonesia terbentang luas mulai dari masa purba hingga saat ini. Untuk menelusurinya membutuhkan berbagai kajian ilmu dan tentu saja akan sangat memakan waktu.

Jika dituliskan secara mendetail akan membutuhkan ribuan lembar kertas untuk menampungnya. Karena sejarah dan budaya bukan hal yang eksak, maka ada kedinamisan di dalamnya, berkembang seiring bergulirnya masa, bahkan hingga saat ini pun kita tengah membentuk budaya seraya menoreh sejarah.

Apa yang kita katakan saat ini dan kita perbuat akan menjadi sejarah di kemudian hari, begitupun dengan kebiasaan massa yang dilakukan akan menjadi budaya.

Menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia, sejarah berarti asal-usul atau silsilah yang merujuk pada kejadian yang terjadi di masa lampau. Sedangkan, budaya adalah pikiran atau akal budi, merujuk pada adat istiadat, atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah. Selama manusia menggunakan pikirannya, memiliki akal dan budi, ia pasti akan menorehkan sejarah dan membentuk budaya. Ada 300 suku bangsa yang mendiami negeri seribu pulau ini, pastinya banyak ragam budaya yang tercipta sepanjang sejarahnya.

Berbicara tentang sejarah dan budaya Indonesia, berarti berbicara mengenai keanekaragaman suku bangsa yang dimilikinya. Dimulai dari zaman purba, di mana manusia-manusia Nusantara berpencar di seluruh kepulauan Nusantara, meninggalkan jejak sejarah dan budaya dalam bentuk artefak.

Kemudian masuk masa Hindu-Budha, di mana manusia Indonesia telah mengenal baca-tulis, meninggalkan jejak sejarah dan budaya dalam bentuk tulisan pada gulungan kitab-kitab kuno dan pahatan batu, bahkan jejak itu begitu nyata dan besar dalam bentuk candi, seperti Candi Borobudur yang merupakan candi Budha dan Candi Prambanan yang merupakan candi Hindu.

Lalu datanglah Islam yang menggeser kekuasaan kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia. Bukan saja pada kekuasaan, namun juga pengaruhnya meliputi kepercayaan dan kebudayaan. Muncullah berbagai kebudayaan bercorak Islam yang juga berbaur dengan kebudayaan setempat, hingga kebudayaan Budha dan Hindu. Misalnya, wayang yang awalnya berasal dari kisah Ramayana diubah menjadi bernafaskan Islam, bahkan menjadi medium dakwah oleh Walisongo di Jawa.

Masa kerajaan Islam perlahan meredup seiring dengan kedatangan kaum kolonial, seperti Portugis, Belanda, Inggris, hingga Jepang. Sejak kedatangan mereka di tanah air akulturasi pun terjadi antara budaya lokal Nusantara dengan kebudayaan Barat. Kesenian Tanjidor, misalnya, adalah salah satu hasil dari proses akulturasi tersebut. Kesenian khas Betawi ini awalnya berasal dari kesenian Portugis.

Banyak bentuk bangunan di kota-kota besar Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya yang mengusung gaya arsitek art deco yang populer tahun 1920 dan 1930-an di Eropa. Gaya arsitektur tersebut terlihat jelas pada pada bangunan-bangunan lama peninggalan Belanda.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa menyusuri sejarah serta menggali akar budaya merupakan pekerjaan yang sulit, tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit pula.

Hal inilah yang disadari Putri Fitria, penulis buku “Kamus Sejarah & Budaya Indonesia” ini. Dalam bukunya tersebut, Putri Fitria berusaha merangkum sejarah dan budaya Indonesia dalam sebuah kamus. Dengan begitu, sejarah dan budaya Indonesia dapat diketahui dan ditelusuri dengan mudah secara alfabetis dari A sampai Z.

Bahkan bukan hanya sejarah, hal-hal yang berhubungan dengan sejarah pun tak luput dibahas dalam buku ini, seperi pembahasan para tokoh hingga berbagai peristilahan. Misalnya, istilah “Reformasi” yang awalnya tidak dikenal orang sebelum tahun 1997-1998.

Di dalam buku ini penulis menjelaskan bahwa “reformasi” itu adalah gerakan reformasi yang yang diujungtombaki oleh mahasiswa dan dimulai pada akhir 1997. Mereka menuntut reformasi struktur politik dan ekonomi di Indonesia. Puncak gerakannya adalah Soeharto jatuh pada 1998. Sejak peristiwa tersebut hampir seluruh kalangan masyarakat Indonesia tidak asing dengan kata “reformasi” meskipun tidak semua orang tahu maknanya.

Sayangnya buku ini tidak mencakup informasi secara lengkap dan kurang mendalam tentang sejarah dan budaya Indonesia itu sendiri, mengingat judul utamanya adalah kamus. Kendati disusun dan ditampilkan secara sederhana, buku ini sangat layak jadi bahan rujukan oleh siapapun, khususnya kaum akademisi sebagai penunjang proses belajar mengajar. Isinya lebih dari cukup sebagai pijakan pertama untuk kajian yang lebih mendalam.

Selain itu, buku ini bisa menjadi gerbang awal bagi siapapun yang ingin memulai menggali sejarah dan budaya Nusantara yang kaya ini. (*)

Rohmat Kurni, Alumnus Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung.

Terkait

Buku Lainnya

SantriNews Network