Nurcholis: Kami Tetap Lanjutkan Perjuangan Deklarasikan FPI

Tulungagung – Plt Ketua Front Pembela Islam (FPI) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Nurcholis, mengaku mendapat teror psikologis dari aparat intelijen kepolisian. Kendati demikian, ia tetap berkomitmen akan berjuang mendeklarasikan FPI pada akhir Oktober 2014 ini.

“Mereka mencoba melakukan ‘pembinaan’ melalui istri dan anak-anak saya,” kata Nurcholis yang juga menjabat Sekretaris MUI Tulungagung, Rabu 8 Oktober 2014.

Ia sengaja memilih istilah “pembinaan” untuk memperhalus serangan teror mental yang diterima istri dan anak-anaknya.

Tidak hanya dilakukan melalui forum informal, istri Nurcholis yang berprofesi sebagai guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) juga mendapat tekanan dari struktural kedinasan dan lembaga sekolah tempatnya mengajar.

“Intinya, mereka meminta agar rencana deklarasi FPI di Tulungagung dibatalkan,” ujarnya.

Nurcholis sendiri, seperti dilansir Antara mengaku tidak pernah mendapat teror fisik, baik dari aparat maupun ormas atau elemen masyarakat lain.

Namun, ia mengakui wacana pendirian dan deklarasi FPI saat ini telah memantik kontroversi di tengah masyarakat Kota Marmer, Tulungagung.

“Mereka yang menentang (deklarasi FPI) itu kan karena tidak tahu strategi perjuangan saya. Saya jamin FPI Tulungagung tidak akan menggunakan pendekatan kekerasan ataupun aksi anarkistis seperti di Jakarta, tapi lebih mengedepankan persuasif dan menggandeng aparat keamanan,” katanya.

Ia menegaskan, FPI Tulungagung tetap akan dideklarasikan. Namun, dia belum bisa memastikan waktunya.

Saat ini, Plt sekretaris FPI telah resmi mengundurkan diri dari kepengurusan karena alasan teror yang sama.

“Maju saja belum kok sudah mundur. Bagaimanapun kami akan tetap melanjutkan perjuangan ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo mengisyaratkan penolakannya atas rencana deklarasi FPI di wilayahnya.

Kendati tidak menyatakan larangan secara eksplisit, dia mengkritisi strategi gerakan keislaman yang dilakukan FPI karena dinilai anarkistis, sehingga tidak cocok dengan kultur masyarakat Tulungagung yang menyukai kehidupan damai dan toleransi.

“Saya hanya mengimbau, sebaiknya deklarasi itu dibatalkan saja. Suasana Tulungagung yang sudah damai ini lebih baik ditingkatkan,” katanya. (saif/set)

Terkait

Daerah Lainnya

SantriNews Network