Politisasi Penista Agama
Oleh: DR KH Imam Gazali Said, MA
Andaikan MUI tidak keluarkan pernyataan sikap (bukan fatwa), apakah demo 4 November akan sebesar seperti yang kita lihat kemarin? Jika kita dengan hati bersih, akal sehat tanpa amarah mendengarkan pidato Ahok atau membaca transkrip pidatonya di Kepulauan Seribu itu akan memunculkan penilaian bahwa Ahok menista Al Quran?
Hasil pendengaran saya nyaris sama dengan pendengaran Buya Syafii Maarif; “tidak ada penistaan”. Memang betul, – seperti wataknya – Ahok tidak bisa mengendalikan mulutnya. Substansi pidato Ahok, sepanjang yang saya pahami itu justru memberi kebebasan bagi pendengar untuk memilih dirinya atau tidak memilih dirinya pada Pilgub mendatang.
Memang betul ia menyebut QS. Al-Maidah: 51. Ini yang menjadi blunder bagi dirinya. Untuk apa ia menyitir kitab suci yang tidak ia percayai? Akhirnya pertanyaan ini yang menjadi pintu bagi beberapa pengurus MUI yang sejak awal dikenal “arus keras” untuk menilai Ahok telah menistakan Al Quran yang dituangkan dalam Pernyataan Sikap MUI.
Pernyataan Sikap MUI inilah yang kemudian ditingkatkan statusnya menjadi fatwa oleh inisiator demo, dengan nama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPFMUI). Keren memang.
Peningkatan Pernyataan Sikap MUI itu menjadi fatwa inilah menurut saya, itu “politisasi agama publik”. Harus dipahami bahwa Fatwa di MUI itu ada prosedurnya. Ini yang belum dilakukan. Jadi MUI tidak bergerak cepat. Sementra publik melalui elitnya menuntut polisi bahkan Presiden bekerja cepat.
Walaupun demikian, secara keseluruhan pidato Ahok tersebut – menurut saya – belum masuk katagori penistaan agama. Dengan demikian, Pernyataan Sikap MUI belum bisa menjadi rujukan Polisi, Jaksa Penuntut dan Hakim dalam menvonis perkara Ahok.
Sebaiknya MUI segera membuat kajian mendalam — sesuai prosedur yabg sudah baku — untuk meningkatkan Pernyataan Sikap tersebur menjadi Fatwa MUI. Dengan demikian, fatwa bisa menjadi hujjah hukum yang selama ini terjadi.
Saya yakin, jika ini dilakukan dengan hati jernih dan tidak ada politisasi, akan menghasilkan fatwa yang melegakan semua pihak. Sehingga kegaduhan ini bisa diakhiri dengan win win solution. Wallahu A’lam Bisshawab. (*)
DR KH Imam Gazali Said, MA, Pengasuh Pesantren Mahasiswa An Nur Surabaya.