Halaqah Aswaja NU Kota Surabaya
Mantapkan Aswaja An-Nahdliyah Sejak Dini
KH A Dzul Hilmi Ghazali, Rais Syuriah PCNU Kota Surabaya, saat menyampaikan sambutana pada acara pembukaan 'Halaqah Aswaja 2013' (dok/santrinews.com)
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya secara intens melakukan penguatan dan pengembangan ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) an-Nahdliyah. Hal itu dibuktikan dengan digelarnya ‘Halaqah Aswaja NU 2013’ putaran kedua. Berlangsung 28-29 September 2013 lalu, di Rumah Makan Tamansari Surabaya, diikuti sedikitnya 270 peserta. Mereka berasal dari utusan Majelis Wakil Cabang (MWC) dan Ranting NU se-Kota Surabaya. Berikut catatannya yang diterima Santrinews.com, Rabu, 2 Oktober 2013, yang dikirim Riadi Ngasiran, Seksi Publikasi dan Media Halaqah Aswaja NU, Ketua Lesbumi PCNU Kota Surabaya.
————————————————————————————-
Surabaya – Di tengah percaturan ideologi global, ideologi transnasional, dan gempuran madzhab dan aliran dalam Islam terhadap Nahdlatul Ulama (NU), Kota Surabaya tidak bisa tinggal diam. Sebagai pusat kelahiran NU pada 31 Januari 1926, Surabaya berhak ambil bagian dari memelopori penguatan dan pemantapan ajaran Ahlussunnah waljamaah (Aswaja) an-Nahdliyah.
Di sinilah letak pentingnya halaqah yang berlangsung selama dua hari. Dihadiri Direktur Aswaja Centre Jawa Timur, KH Abdurrahman Navis dan Rais Syuriah PCNU Kota Surabaya, KHA Dzul Hilmi Ghazali, serta sejumlah tokoh. Diantaranya KH Abdul Barri, KH Mas Sulaiman, dan KH Salahuddin Azmi.
KH Abdurrahman Navis mengingatkan warga NU agar belajar dari perilaku dan tindakan para ulama NU terdahulu. “Para ulama terdahulu tidak pernah mencela pihak lain yang memperolok kita,” kata Kiai Abdurrahman Navis.
Penguatan dan pemantapan terhadap ajaran Islam ala Ahlussunan waljamaah an-Nahdliyah menjadi tanggungjawab bersama. “Justru kita harus melakukan penguatan dan pemantapan. Baru kalau kita diserang, niscaya harus kita perkuat hujjah-hujjah kita, menghadapi situasi zaman kita sekarang,” sambung Kiai Navis yang juga wakil ketua PWNU Jawa Timur.
KH Dzul Hilmi Ghazali mengatakan, bahwa penguatan dan pemantapan terhadap ajaran Aswaja ala NU perlu terus-menerus dilakukan agar tidak mudah digoyahkan dengan paham dan aliran lain di luar NU.
“Bahwa aqidah, syari’ah/amaliyah ubudiyah serta akhlak Aswaja an-Nahdliyyah adalah benar adanya karena faham Aswaja dijamin kebenarannya serta keselamatannya oleh Rasulullah Saw. Sumber hukumnya Al-Qur’an, Hadits, Ijmak dan Qiyas (sesuai AD/ART NU) harus dipahami dan diamalkan,” kata Kiai Dzul Hilmi.
Menurut imam Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya ini, memilih NU sebagai wadah atau wasilah untuk membentengi faham Aswaja adalah suatu pilihan yang benar dan tepat. Sebab, golongan Aswaja diikuti oleh mayoritas umat Islam seluruh dunia (sawadul a’dham).
Sejumlah pembahasan diketengahkan pada Halaqah Aswaja NU Kota Surabaya. Seperti ‘Aswaja, Pemantapan Aqidah dan Amaliyah Aswaja’ oleh Ustadz M Luqmanul Hakim dari Lembaga Bahtsul Masail PCNU Kota Surabaya, ‘Firqah-firqah dalam Islam’ oleh Ustadz Muntaha dari LBM PCNU Kota Surabaya, ‘Bermadzhab, Keniscayaan Mengamalkan Ajaran Islam’ oleh KH Ahmad Asyhar Shofwan, Katib Syuriyah PCNU Kota Surabaya.
Dalam waktu dekat, sebagai kelanjutan dari Halaqah Aswaja NU Kota Surabaya putaran kedua, pada awal November depan akan dilakukan pelatihan kader Aswaja NU bagi generasi muda. “Kami berharap dengan pelatihan kader utama, akan jadi moter penggerak yang bisa membentengi NU dari serangan aliran dan faham lain di luar NU,” kata KH Ahmad Saiful Chalim AR, Ketua PCNU Kota Surabaya.
Dalam kesimpulannya, H Chalimi, Direktur Aswaja Center PCNU Kota Surabaya mengatakan, setiap kader dan pengurus NU semestinya mengelola serta mengurus organisasi secara proporsional untuk membesarkan dan mengharumkan NU. “Berfikir ilmiah, bertindak santun serta bijaksana dalam menangkis serangan-serangan dari firqah-firqah Islam serta pertarungan faham-faham (isme) lainnya,” kata Chalimi.
“Menjauhi sikap perilaku benalu, mencari popularitas semata-semata dan merecoki Nahdlatul Ulama untuk kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok tertentu di dalam atau di luar NU,” imbuh dia, didampingi Teguh, sekretaris penyelenggara yang pernah dilatih di PBNU.
Selain itu, ada dua tambahan materi pembahasan. Yaitu ‘Pengantar Hukum dan Organisasi’ oleh Muhammad Fadil SH, Ketua LPBH PCNU NU Kota Surabaya, dan ‘NU dan Peta Politik dan Aliran Dunia’ oleh Abdul Quddus Salam MIP, Ketua Lakpesdam NU Kota Surabaya.
“Kemampuan dalam memahami hukum, setidaknya hukum sebagai pengantar, diharapkan agar memiliki kemampuan untuk melangsungkan peran kita, baik sebagai pribadi, masyarakat, maupun sebagai organisatoris,” kata M Fadil.
Hal ini, kata Fadil, setidaknya tentang pengetahuan atas hak dan kewajiban yang diatur dalam hukum. “Karena hal tersebut merupakan hal mendasar dalam memperjuangkan eksistensi kita, sesuai wilayah dimana kita berada. Sehingga dapat diperoleh suatu harapan, bahwa peserta yang tergabung dalam diskusi ini dapat memahami hukum setidak-tidaknya sebagai dasar-dasarnya,” tegasnya.
Akhirnya, Abdul Quddus Salam mengingatkan, NU harus menjalankan dengan penuh mekanisme organisasi secara benar, mulai dari Ranting, MWC, Cabang, Wilayah hingga Pengurus Besar. Bagi personalia pengurus harus dilakukan screening terlebih dahulu sebelum duduk sebagai pengurus.
“Para pengurus NU, di segala tingkatan, harus memberikan support bagi pengembangan dan pembentukan IPNU/IPPNU dan PMII. Selain itu, pengkaderan NU harus dilakukan sejak dini, setidaknya mulai tingkat SMP dan SMA,” tandasnya. (ahay).