Hukum dan Dalil Volume Pengeras Suara Masjid
Sampai saat ini, masih banyak (bahkan bertambah banyak) rumah-rumah Allah yang menggunakan pengeras suara dengan volume yang bukan hanya mengganggu orang yang berbeda agama tetapi juga mengganggu umat agama itu sendiri.
Lebih dari itu, terkadang isi yang disampaikan melalui pengeras suara itu tidak justru menenangkan jiwa pendengarnya, sebaliknya berisi kebencian pada kelompok yang dianggap maksiat.
Penyerangan-penyerangan beberapa orang kepada tokoh agama maupun rumah ibadah saat ini, seharusnya menjadi momentum untuk muhasabah apakah rumah ibadah kita sudah ramah lingkungan dan mendamaikan serta memberikan pengharapan.
Di dalam Al Qur’an, jelas sekali, bahkan tidak perlu ditafsirkan rumit-rumit, bahwa suara yang terlalu nyaring itu dilarang walupun di dalam ibadah sekalipun. Allah berfirman:
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا (110)
“Berdoalah kepada Allah atau kepada yang Rahman, dengan nama apapun engkau berdoa maka Allah memiliki nama nama yang indah. Jangan keras-keras dalam berdoa dan jangan pula terlalu lirih, cari jalan diantara keduanya.”
Menarik membaca ayat ini. Ayat ini juga bisa sebagai dalil bahwa dalam banyak hal Al-Qur’an mengajarkan jalan tengah antara dua sikap berlebihan (ektrim). Dalam suatu yang bernilai ibadah pun tidak boleh berlebihan, apalagi hal yang tidak bernilai ibadah.
Membaca Al-Qur’an, membaca shalawat Nabi adalah ibadah, yang juga harus disuarakan dengan jalan tengah, jangan terlalu keras juga jangan terlalu lirih. Apalagi yang membaca ternyata bukan orang, tapi “kaset-video” dan sejenisnya. Apalagi di tengah malam saat orang seharusnya masih istirahat.
Memang ada pengecualian, yaitu apabila kezaliman tidak dapat dihentikan kecuali dengan menyuarakan dengan nyaring. Allah berfirman:
لَا يُحِبُّ اللّٰهُ الْجَهْرَ بِالسُّوْۤءِ مِنَ الْقَوْلِ اِلَّا مَنْ ظُلِمَ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ سَمِيْعًا عَلِيْمًا
“Allah tidak suka terhadap suara nyaring dengan keburukan, kecuali orang orang yang terzalimi. Dan Allah maha mendengar lagi mengetahui (olehnya jangan nyaring nyaring).”
Al-Qur’an juga mengajarkan kapan umat seharusnya menggunakan “ucapan yang mulia”, ucapan yang lembut, ucapan yang jujur, qaulan ma’rufa, qaulan baligha.
Umat membutuhkan keteladanan, bukan hanya nasehat-nasehat, apalagi dengan suara yang tidak bersahabat. Wallahu A’lam. (*)
KH Imam Nakha’i, Dosen Fikih-Ushul Fikih di Ma’had Aly Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.