Muktamar NU
Berpengalaman, Duet Hasyim Muzadi-Said Aqil Dinilai Ideal Pimpin NU
KH A Hasyim Muzadi dan KH Said Aqil Sirodj (santrinews.com/dok)
Padang – Duet KH A Hasyim Muzadi dan KH Said Aqil Siradj sebagai calon Rais Aam Syuriyah dan calon Ketua Umum Tanfidziyah PBNU layak dipertimbangkan untuk lima tahun ke depan.
Menjelang Muktamar Ke-33 NU di Jombang pada 1-5 Agustus mendatang, muncul tiga nama kandidat Ketua Umum Tanfidziyah PBNU periode 2015-2020. Masing-masing Keta Umum Tanfidziyah PBNU 2010-2015 KH Said Aqil Siroj, Wakil Ketum Tanfidziyah PBNU 2010-2015 Dr H As’ad Said Ali dan Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Dr KH Salahuddin Wahid.
A’wan Syuriah PBNU Buya H Tuanku Bagindo Mohammad Leter menilai KH Hasyim Muzadi dan KH Said Aqil Sirodj pantas dipertimbangkan oleh peserta muktamar. Sebab, keduanya sudah memiliki pengalaman dalam memimpin NU sehingga masing-masingnya sudah memiliki jejak rekam yang pantas diberikan apresiasi.
“Rais Aam ke depan sebaiknya orang yang pernah memimpin PBNU di tanfidziyah. Alasannya, sangat memahami organiasi NU dan memahami dengan baik dinamika paham Ahlussunnah Waljamaah di Nahdlatul Ulama. Memiliki pengalaman politik NU dan politik kebangsaan,” kata Buya H Tuanku Bagindo Mohammad Leter, di kediamannya, kawasan Ulakkarang, Padang, Sumatera Barat, Selasa, 14 Juli 2015.
“Sehingga NU bisa menjaga netralitas dan toleransi dalam politik kebangsaan. Apalagi umat Islam Indonesia merupakan umat Islam yang sangat toleransi di dunia. Bandingkan dengan di Eropah, dimana umat Islamnya minoritas, selalu tertindas. Di Indonesia, justru umat minoritas dilindungi oleh NU,” sambungya.
Buya Leter menjelaskan, Kiai Hasyim sudah berpengalaman sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU dua periode. Dengan pengalaman tersebut, tentu banyak capaian program NU yang sudah dilaksanakannya.
Sosok demikian, kata Buya Leter, yang masuk dalam daftar 39 ulama yang diusulkan sebagai calon anggota Ahlul Halli wal Aqdi, ada pada Kiai Hasyim Muzadi. Ia memahami politik NU dalam kehidupan berbangsa dan di internasional.
“Apalagi saat ini posisi Kiai Hasyim Muzadi sebagai salah seorang Dewan Pertimbangan Presiden, diharapkan bernilai positif bagi NU ke depan dalam menjalankan program-programnya,” kata Buya Leter satu dari tujuh penerima penghargaan Bela Negara dari Pemerintahan RI yang diserahkan oleh Menhan Ryamizard Ryacudu, di Monas, Jakarta, 19 Desember 2014 lalu.
Menurut Buya Leter, selain memiliki pengalaman di NU, Kiai Hasyim juga memiliki pengalaman di pentas politik. Sehingga diharapkan dengan pengalaman tersebut posisi NU dengan kekuatan politik di negeri ini tetap terjaga dengan baik.
Sementara itu, sosok yang memimpin Tanfidziyah haruslah seorang tokoh, memiliki jajaran tim di NU, pernah memimpin NU, atau berangkat dari badan otonomi NU. Sehingga ia mengerti dan paham dengan NU itu. Sosok ini mampu menyelesaikan masalah, bukan membuat masalah.
Sosok seperti itu, kata Buya Leter, seperti dilansir NU Online, masih bisa diberikan kepada Kiai Said Aqil yang memimpin NU selama lima tahun ini. Apa yang sudah dilakukan selama lima tahun ini pantas diberikan apresiasi. Tanpa mengenyampingkan program-program lain, namun program strategis pendirian Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) di sejumlah wilayah dan di Jakarta sendiri pantas diberikan apresiasi.
Dikatakannya, perguruan tinggi memiliki peran yang amat penting dalam perjalanan NU ke depan. Perguruan tinggi wadah menyiapkan tenaga-tenaga profesional dan handal masa depan yang lulusannya paham dengan NU.
“Untuk itu, tidak ada salahnya jika para muktamirin di Jombang kembali mempercayai Kiai Said Aqil Siradj sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU lima tahun ke depan. Karena program UNU tersebut masih terbengkalai, perlu dilanjutkan oleh Kiai Said Aqil Siradj. Di Sumatera Barat sendiri, program UNU ini masih dalam proses. Kita berharap ini bisa terealisir secepatnya. Sebab, tanpa perguruan tinggi, sulit NU berkembang dengan cepat,” tambah Buya
Meski kedua tokoh ini dimunculkan, Buya Leter tetap berkeyakinan siapa pun yang terpilih nantinya, itulah pilihan terbaik bagi NU lima tahun ke depan. Apalagi jika pemilihan Rais A’am disepakati dengan penerapan Ahlul Halli wal Aqdi. (shir/jaz)