Hapus Kemenag, Jokowi-JK Dinilai Diskriminatif
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay, saat diwawancarai wartawan (santrinews.com/teguhtimur)
Jakarta – Wacana rencana penghapusan atau penggantian nama Kementerian Agama menjadi Kementerian Haji, Zakat, dan Wakaf dalam kabinet pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla memantik reaksi.
Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menilai rencana itu bukan saja kurang tepat, melainkan juga langkah diskriminatif.
“Dengan memakai nama (Kementerian Haji, Zakat, dan Wakaf) itu, ada kesan persoalan agama di Indonesia hanya berkaitan dengan haji, zakat dan wakaf,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay, Rabu, 17 September 2014.
Padahal, kata dia, haji, zakat, dan wakaf hanya ditemukan di dalam agama Islam. “Bagaimana dengan urusan agama-agama lain yang semestinya juga difasilitasi negara? Apakah mereka tidak merasa dikesampingkan?” ujarnya.
Walau negara tidak boleh mencampuri keyakinan agama seseorang, namun negara memiliki kewajiban untuk memfasilitasi pengamalan ajaran agama yang diakui di Indonesia.
Dia menambahkan, di dalam Kemenag terdapat Direktorat Jendral (Ditjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Ditjen Bimas Kristen, Ditjen Bimas Katolik, Ditjen Bimas Hindu, dan Ditjen Bimas Budha.
“Kalau namanya diubah, kemana ditjen-ditjen tersebut akan ditempatkan? Masa ditempatkan di kementerian lain?” katanya.
Oleh karena itu, dia berpendapat, Jokowi-Jusuf Kalla tidak perlu mengganti nama Kemenag. Apalagi, menurut dia, selama ini keberadaan Kemenag masih dibutuhkan masyarakat.
“Tinggal bagaimana menempatkan orang-orang terbaik dan berintegritas untuk memimpinnya,” pungkasnya. (saif/onk)