Ideologi Negara Kian Terancam, NU Jatim Dukung Revisi UU Terorisme

Gus Najib memaparkan hasil diskusi di PCNU Kota Malang. (santrinews.com/bil)

Malang – Para pendiri bangsa telah menjadikan Pancasila sebaga perekat keanekaragamaan yang ada negeri ini. Namun akhir-akhir ini rongrongan terhadap ideologi bangsa tersebut semakin nyata, yang kalau dibiarkan akan meruntuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Demikian pernyataan bersama yang disampaikan Pengurus Wilayah Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama Jawa Timur (PW LTN NU Jatim) dan PC LTN NU se-Jatim, Ahad, 27 Maret 2016.

“Ini sebagai keprihatinan atas kian merebaknya ideologi baru yang semakin tumbuh subur di negeri ini,” kata Ahmad Najib AR yang bertindak sebagai juru bicara. Dalam pandangan Ketua PW LTN NU Jatim tersebut, ketidakmampuan negara dalam membendung dan kemunculan ideologi radikal tersebut bisa disebabkan oleh tidak adanya payung hukum dapat digunakan.

“Karena itu sangat mendesak bagi kalangan pemerintah dan DPR untuk segera melakukan revisi Undang-undang terorisme. Sejumlah pasal harus diubah lantaran banyaknya ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri,” kata Gus Najib, sapaan akrabnya.

“Dalam pandangan kami, ancaman terhadap eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI sangat jelas ada di depan mata,” katanya. Masuk dan berkembangnya ideologi di luar Pancasila yang nyata-nyata melawan NKRI hingga kini demikian tumbuh subur dan tidak dianggap sebagai ancaman berarti oleh negara, lanjutnya.

Padahal perubahan ideologi yang masuk ke negeri ini demikian cepat. “Nah, demikian cepatnya ideologi tersebut juga harus diimbangi dengan sikap tegas dan cepatnya aturan yang ada,” terang Gus Najib.

Pada kegiatan yang berlangsung di Kantor PC NU Kota Malang tersebut, Gus Najib kemudian mengemukakan bahwa UU Nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan terorisme dan UU Nomor 9 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan terorisme sudaj kalah gesit dengan perkembangan terorisme itu sendiri.

Sekedar memberikan contoh, serangan teroris yang pernah terjadi di jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, awal tahun lalu sebagai bukti akan kelemahan dari aturan yang menyangkut terorisme. “Hanya karena tidak ada payung hukum, maka beberapa orang yang nyata-nyata memiliki bukti kuat akan melakukan tindakan teror, akhirnya tidak dapat ditindak,” kata alumnus pasca sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya ini. Dan penangkapan terhadap sejumlah orang terkait aksi teror di Jalan MH Thamrin tersebut baru dilakukan setelah teror terjadi, lanjutnya.

Kendati demikian, Gus Najib yang diamini utusan dari sejumlah kota dan kabupaten di Jatim ini mengingatkan bahwa tindakan preventif dan deradikalisasi memang mutlak dilakukan. “Namun negara harus melakukan kajian mendalam terkait penindakan, sehingga tanpa harus melanggar Hak Asasi Manusia,” terangnya.

Gus Najib berharap semua komponen yakni DPR dan pemerintah untuk dapat duduk bersama dalam membincang persoalan krusian ini. “Jangan sampai kita terlambat, dan baru menyadari potensi radikalime telah tumbuh subur di sejumlah daerah sehingga dapat menyulitkan,” pesannya.

Karena itu sudah sangat mendesak untuk dilakukan revisi terkait aturan yang menyangkut terorisme. “Bila tidak, negeri ini akan menjadi luluh lantah karena kemunculan gerakan sempalan yang tidak mampu dibendung negara,” pungkasnya. (Nabil)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network