Hari Santri Nasional
KH Maruf Amin: Gerakan Ulama Awal Kemunculan Kebangkitan Nasional

Wakil Ketua Umum MUI KH Maruf Amin (santrinews.com/dok)
Bogor – Wakil Ketua Umum MUI, KH Maruf Amin setuju atas wacana penetapan Hari Santri sebagai salah satu bentuk pengakuan terhadap peran ulama dan santri bagi santri. Namun, dia mengaku tidak mempunyai pilihan tertentu terkait waktu yang akan ditetapkan sebagai hari santri.
“Bagi saya tanggal tidak penting, yang penting ada hari santri, perlu ada ittifak,” tegasnya saat menjadi pembicara pada Focus Group Discussion (FGD) Pendidik dan Kependidikan Keagamaan dengan tema “Hari Santri dalam Perspektif Lembaga Keagamaan” di Bogor, Kamis 23 April 2015.
Namun demikian, Kiai Maruf mengingatkan dua momentum besar dalam sejarah perjuangan bangsa. Momentum yang pertama adalah tahapan perjuangan yang oleh sejarawan Sartono Kartodirjo disebut sebagai kebangkitan agama (religious revival).
Menurutnya, perjuangan ulama dan santri di Indonesia dalam membebaskan negara dari kolonialisme sudah dilakukan jauh sebelum lahirnya Kebangkitan Nasional.
“Sebelum itu (Kebangkitan Nasional), sudah ada perlawanan-perlawanan terhadap Belanda yang oleh Sartono Kartodirjo disebut sebagai religious revival atau kebangkitan agama, mulai dari Diponegoro, Imam Bonjol, dan lainnya,” jelasnya.
“Pemberontakan yang terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, seperti Geger Cilegon itu adalah pemberontakan kaum ulama,” tambahnya.
Momentum kedua adalah resolusi jihad. Menurut Kiai Maruf, Kebangkitan Nasional tidak serta merta muncul, tapi ada prolognya berupa proses kebangkitan ulama.
Dari proses itu, lahirlah apa yang kita sebut dengan fatwa jihad yang kemudian menjadi resolusi jihad yang memberikan dorongan kepada para santri dan ulama berjuang melawan penjajahan.
“Karena itu saya sependapat perlu ada penetapan hari santri karena adanya gerakan para ulama sampai munculnya kebangkitan nasional dan gerakan mempertahankan pemerintahan,” tegasnya.
Kiai Maruf menambahkan bahwa semangat para ulama untuk membela Tanah Air dan mengusir penjajah ini terus terpelihara sampai era setelahnya, yaitu revolusi kemerdekaan dan pesantren tetap menjadi basis perlawanan kolonialisme.
Menurutnya, santri dan ulama menjadi faktor penting perlawanan penjajahan, baik Belanda maupun Jepang. Mereka mempunyai pengaruh kuat untuk menggerakakan perlawanan.
“Fatwa ulama menjadi faktor penting tumbuhnya jiwa pantang menyerah para laskar. Dalam kontek inilah fatwa jihad Syekh Hasyim yang kemudian menjadi resolusi jihad menjadi faktor penting dalam setiap perlawanan,” tegasnya. (shir/saif)