Berita Duka
KH Muchit Muzadi, Kiai Konseptor Khittah NU Wafat

KH A Muchit Muzadi (santrinews.com/dok)
Malang – Warga NU berduka. Ulama sepuh NU, KH A Muchit Muzadi, telah tiada. Ia wafat dalam usia 90 tahun, di Rumah Sakit Persada, Malang, Jawa Timur, Ahad, 6 September 2015, sekitar pukul 05.00 WIB.
Setelah dishalati di Pesantren Al-Hikam, Malang, jenazah dibawa ke Jember. “Akan dimakamkan di kediamannya di Jalan Kalimantan, Jember,” kata adik kandung almarhum, KHA Hasyim Muzadi.
Mantan Mustasyar PBNU ini dikenal sebagai penggagas Khittah NU 1926. Mbah Muchit – demikian biasa dipanggil, sebagai ulama yang sering diminta menjelaskan konsep Khithah (garis perjuangan pada awal kelahiran) NU pasca-keputusan Khittah NU melalui Muktamar 1984 di Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Sukorejo, Asembagus, Situbondo.
Ia lahir di Tuban pada tahun 1925. Sejak kecil, almarhum aktif di dunia pergerakan hingga kemerdekaan. Setelah belajar di Pesantren Tuban, ia melanjutkan belajar kepada Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng Jombang.
Pada tahun 1941, saat usianya masih 16 tahun, ia telah menjadi anggota NU melalui pendaftaran di Ranting NU Tebuireng. Di Tebuireng, ia juga belajar berorganisasi. Di sana, ia bertemu beberapa santri terkenal dari daerah lain, diantaranya KH Ahmad Shidiq.
Setamat dari Tebuireng ia kembali ke kampung halamannya di Tuban dengan mendirikan Madrasah Salafiyah (1946). Walaupun sebagai guru, ia juga ikut berjuang melawan penjajah dengan menjadi anggota Lasykar.
Pada tahun 1952, Kiai Muchit mendirikan Sekolah Menengah Islam (SMI), selanjutnya pada tahun 1954 juga mendirikan Madrasah Muallimin Nahdlatul Ulama. Saat menjadi pegawai di IAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta (1961), ia mengikuti kuliah di Universitas Cokroaminoto.
Dari Yogyakarta, ia ditugaskan di IAIN Malang pada tahun 1963 dan tahun itulah ia merintis SMP NU. Begitu juga ketika menjadi Pembantu Dekan II di IAIN Sunan Ampel Jember, ia juga mendirikan Madrasah Tsanawiyah.
Penugasan ke IAIN Sunan Ampel Jember membuatnya bertemu lagi dengan sahabat seperguruannya yang menjadi pengasuh pesantren di Jember, yaitu KH. Achmad Shidiq. Dia menemukan teman diskusi yang seimbang dan akhirnya banyak menulis tentang pemikiran keislaman.
Ketika sahabatnya itu menjadi Rais Aam Syuriyah PBNU, ia membuat rumusan konseptual mnengenai Aswaja, menuntaskan hubungan Islam dengan negara, dan mencari rumusan pembaruan pemikiran Islam, serta strategi pengembangan masyarakat NU, sehingga ia menjadi sekretaris pribadi KH Achmad Shidiq.
Sukses “duet” KH Ahmad Shiddiq-KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam memimpin NU tidak bisa lepas dari pikiran kreatif KH Muchit Muzadi yang menjadi “penasehat” pemikiran KH Ahmad Shidiq. (shir/Ant)