Pemberian Izin Tambang di Lumajang Timbulkan Kecemburuan Sosial

Alat berat dan truk besar mengangkut pasir Lumajang. (santrinews.com/bpm)

Lumajang – Pembukaan kembali aktivitas penambangan pasir di sejumlah lokasi di Lumajang, Jawa Timur, menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan penambang pasir lainnya. Hal ini diungkapkan Sekretaris Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (AMPEL) Lumajang, Arsyad Surbekti, Jumat , 4 Desember 2015.

Seluruh tambang pasir di Lumajang ditutup menyusul penganiayaan yang menewaskan Salim Kancil dan mencederai Tosan, September lalu. Kedua petani ini menentang penambangan pasir besi itu karena merusak lingkungan.

Arsyad mengatakan pihaknya tidak mempermasalahkan pembukaan penambangan pasir itu untuk memenuhi kebutuhan pasir untuk proyek nasional seperti jalan tol. “Seharusnya ada sosialisasi ke masyarakat terlebih dulu,” kata dia.

Dia mengatakan sebelum ada moratorium, ada 61 pemilik izin tambang di Lumajang. Namun setelah dibuka lagi, hanya 15 pemilik izin tambang yang direkomendasikan untuk menambang kendati persyaratan untuk menambang juga belum optimal.

Hal inilah yang kemudian, kata Arsyad, menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat yang sebelumnya ikut menambang. Dia juga tidak mempersoalkan intervensi Presiden Jokowi ihwal kelancaran pembangunan proyek nasional berupa jalan tol itu. “Pemerintah harus mensosialisasikan dulu,” kata dia. Arsyad sering menerima keluhan dari penambang ihwal kecemburuan sosial ini.

Apalagi kata dia, tak lama setelah resolusi damai diteken, setiap malam itu sekitar 20 hingga 30 truk tronton mengangkut pasir keluar dari Lumajang. “Masyarakat penambang pasir lainnya hanya menonton saja,” ujar Arsyad. Hal inilah sebenarnya yang kurang dikehendaki oleh AMPEL Lumajang.

Berdasarkan informasi yang dihimpun TEMPO, harga pasir Lumajang saat ini sedang tinggi-tingginya. Harga yang tinggi ini hanya dinikmati para penambang besar saja.Harga pasir saat ini bisa tembus Rp 1 juta per dump truck dari sebelumnya hanya Rp 400 ribu.

Pemilik dump truck membeli pasir kepada pemilik tambang Rp 250 ribu per dump truck. Pasir kemudian dijual ke pengguna hingga Rp 1 juta. Pemilik tambang memperoleh Rp 250 ribu per dump truck. Sedangkan untuk alat berat, pemilik tambang menyewa Rp 150 ribu setiap jam ditambah dengan operator becko sehari Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu.

Pemerintah mengendalikan penambangan ini dengan menggunakan kartu kendali. Setiap meter kubik pasir yang diambil dari lokasi tambang, pemilik tambang harus membayar Rp 5 ribu kepada pemerintah yang berupa pajak. (nabil/tem)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network