Pengampunan Pajak di Mata Syariat Islam, Ini Hasil Lengkap Forum Bahtsul Masail Para Santri
Presiden Jokowi menyampaikan sambutannya dalam acara Pencanangan Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, pada 1 Juli 2016 (santrinews.com/antara)
Kediri – Forum Bahtsul Masail atau pembahasan para santri pondok pesantren Nahdlatul Ulama menyatakan kebijakan pengampunan pajak atau Tax Amnesty tak melanggar syariat Islam.
KH Abdul Muid, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri mengatakan forum Bahtsul Masail yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri pada 19 September 2016, menyepakati program pengampunan pajak yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo tak melanggar syariat Islam. Forum itu melibatkan seluruh perwakilan santri berbagai pondok pesantren.
“Ãtu dapat dibenarkan menurut pandangan syariat,” kata Abdul Muid yang akrab disapa Gus Muid, Rabu 21 September 2016.
Gus Muid menjelaskan aturan Islam dalam konsep pembangunan perekonomian negara menempatkan pajak sebagai penopang kebutuhan negara alternatif. Artinya, pemerintah harus memiliki sumber pendapatan utama untuk membiayai perekonomian rakyat tanpa bergantung pada pajak. Karena itu pendapatan pajak baru bisa dipergunakan jika pemasukan dari sektor lain belum mencukupi.
Demi melihat situasi perekonomian saat ini, para santri bersepakat memperbolehkan tindakan pengampunan pajak dengan sasaran menarik dana yang berseliweran di luar negeri untuk menopang perekonomian nasional. Amnesti pajak juga sekaligus menertibkan pembayaran pajak di dalam negeri.
Ada tiga rekomendasi atau keputusan yang diambil forum Bahtsul Masail soal pengampunan pajak ini. Selain membenarkan dari sisi syariat Islam, forum santri juga merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengoptimalkan badan usaha milik negara dan pengelolaan kekayaan alam serta berupaya tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara.
Sementara rekomendasi ketiga adalah pemerintah wajib mengalokasikan kas negara dengan sebaik mungkin. Caranya dengan mendahulukan hal yang lebih penting.
Meski secara umum mendukung langkah pengampunan pajak, para santri juga mencermati dampak negatif dari kebijakan itu. Pertama, pengampunan ini dapat melemahkan administrasi perpajakan dan mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak. Kedua, menambah kerawanan kesulitan ekonomi yang disebabkan tidak adanya perbaikan fiskal dan peningkatan penerimaan Negara.
“Dampak ketiga yang paling bahaya adalah menimbulkan kecemburuan sosial dan rasial, yakni menimbulkan persepsi bahwa yang mendapat pengampunan adalah kelompok non pribumi,” tutur Gus Muid.
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam pembahasan pengampunan pajak tersebut, forum Bahtsul Masail juga menghadirkan pegawai Kantor Pelayanan Pajak Malang. Tujuannya, agar para santri memahami dengan benar latar belakang dan tujuan kebijakan negara tersebut sebelum merumuskan dan mengkaji dari sisi syariat Islam.
Sementara itu hingga kini masih terjadi pro dan kontra atas pelaksanaan pengampunan pajak. Sejumlah pelaku usaha di Kabupaten Kediri mengaku menyesalkan kebijakan itu karena dianggap memberi ruang dan keuntungan pengusaha besar dari kewajiban pajak. Padahal mereka selama bertahun-tahun menikmati kekayaan dengan leluasa tanpa dijangkau pemerintah.
“Sementara kami pedagang kecil terus diawasi setiap saat,” kata Raka, pemilik toko kelontong di Pasar Gringging, Kabupaten Kediri. (shir/tempo)