Polisi Stop Penyidikan Kasus Karikatur Jakarta Post

Karikatur ISIS di Koran Harian The Jakarta Post, edisi 3 Juli 2014 (santrinews.com/dok)
Jakarta – Anggota Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengatakan kasus karikatur di harian The Jakarta Post tidak akan dilanjutkan penyidikannya oleh polisi. Dewan Pers, kata dia, sudah berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Sutarman dan pimpinan Polri lainnya.
“Tercapai kesepakatan untuk tidak melanjutkan kasus itu. Sudah selesai,” kata lelaki yang akrab dengan sapaan Stanley itu, seperti dilansir Tempo, Senin, 15 Desember 2014.
Menurut Stanley, pertemuan koordinasi berlangsung pada Jumat dan Sabtu pekan lalu. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan koordinasi itu, pagi tadi Dewan Pers telah mengirim surat kepada Kapolri dan Kapolda Metro Jaya.
Stanley menjelaskan kasus Jakarta Post seharusnya sudah selesai di Dewan Pers, karena menyangkut etika. Selain itu, Dewan Pers dan Mabes Polri sudah meneken perjanjian sejak 2011 bahwa kasus yang ditangani Dewan Pers tak perlu dilanjutkan ke kepolisian.
Menurut Stanley, kasus yang yang menjadikan Pemimpin Redaksi Jakarta Post, Meidyatama Suryodiningrat, sebagai tersangka penistaan agama itu, dibawa ke ranah pidana lantaran ada pendapat dari seorang saksi ahli pidana.
Saksi ahli itu memberikan keterangan bahwa kasus yang diselesaikan secara etika masih bisa dilanjutkan pidananya. Karena itulah, penyidik Polda Metro Jaya melanjutkan kasus Jakarta Post.
“Mungkin mereka tidak paham tentang pers. Kalau tidak ada niat jahat, ya, masuk pelanggaran etik dan tidak bisa dianjutkan dengan pidana,” ujarnya.
Pelaku delik pers, kata Stanley, bisa saja dibawa ke rahan pidana jika kesalahan yang dilakukannya terus berulang, dan mengandung unsur niat jahat.
Meidyatama ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya pada Kamis, 11 Desember 2014. Tuduhannya melakukan penistaan agama. Dalam koran Jakarta Post yang terbit pada 3 Juli lalu terdapat karikatur yang menggambarkan bendera berlambang tengkorak dengan kalimat tauhid di atasnya.
Menurut penyidik, Meidyatama dijerat dengan Pasal 156 huruf a KUHP tentang Penistaan Agama. Ancaman hukumannya berupa penjara di atas lima tahun penjara.
The Jakarta Post sudah mengeluarkan pernyataan maaf di situs mereka pada 7 Juli 2014. Karikatur tersebut dinyatakan ditarik karena berpotensi melecehkan pihak-pihak tertentu. Redaksi Jakarta Post juga sudah menyatakan tak berniat untuk menistakan agama tertentu. (us/ahay)