Seminar Refleksi Khittah

Tantangan Kian Berat, Saatnya Kembalikan Khittah NU

Situbondo – Indonesia mengalami dinamika yang demikian pesat di berbagai aspek kehidupan. Perubahan tersebut harus juga diimbangi dengan langkah strategis agar bisa bertahan, dan memberi kontribusi termasuk Nahdlatul Ulama.

“Hingga saat ini tantangan NU adalah bagaimana memahami khittah secara komprehensif,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PBNU H Mun’im DZ, Rabu malam, 11 Januari 2017.

Karena dalam pandangan Mu’im, khittah tidak semata dimaknai pandangan dan sikap dalam berpolitik. Yang tidak kalah penting dan ini kerap dilupakan adalah bahwa Khittah NU sebagai fikrah, amaliyah serta harakah nahdliyah. Akibat dari kesalahan pandangan tersebut mengakibatkan banyak gerakan di NU yang kian ditinggalkan. 

“Termasuk dalam pemikiran atau fikrah nahdliyah kita akan bisa menyelamatkan dari mereka yang cenderung memiliki pandangan fundamentalis,” jelasnya. Demikian pula, fikrah nahdliyah akan menyelamatkan dari mereka yang beraliran kiri atau liberal.

Dalam catatan Mun’im, prestasi yang layak dibanggakan dari konsisitensi NU memegang khittah adalah mamou menyatu kan berbagai friksi yang terjadi. “NU juga mampu menemukan jati diri sebagai organisasi sosial keagamaan,” ungkapnya. Dengan keberhasilan tersebut, NU sangat leluasa melakukan gerakan setelah dianggap tidak berpolitik praktis, lanjutnya.

Lewat ketokohan KH As’ad Syamsul Arifin, KH Ali Maksum, KH Ahmad Shiddiq, juga KH Abdurrahman Wahid, NU mengalami masa keemasan. “Bahkan NU menjadi kekuatan alternatif  yang sangat menentukan arah politik nasional,” jelasnya. 

Akan tetapi dalam perjalanannya, NU mengalami krisis sehingga terjadi disorientasi.

Sebagai langkah strategis, Mun’im memberikan sejumlah langkah yang bisa dilakukan NU agar mampu kembali ke jati dirinya. 

“Pertama adalah konsolidasi struktur,” katanya. Selanjutnya melakukan reorientasi gerakan NU, juga restrukturisasi politik.

Dan upaya perbaikan di internal NU dapat dilakukan dengan memantapkan khittah. “Karena khittah adalah urat nadi dalam berorganisasi,” tegasnya.

Mun’im tampil sebagai pembicara bersama Abu Yazid pada seminar nasional Refleksi 33 Tahun Khittah NU. Kegiatan merupakan kerjasama TV9 NUsantara, PW LTN NU Jatim serta forum alumni Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Banyuputih Situbondo. (nawawi/jaz)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network