Ulama Afganistan Puji Ulama Indonesia Bisa Bersatu

Yogyakarta – Pascapendudukan Uni Soviet, Afhanistan tak kunjung reda dari pertentangan atau peperangan antarsuku. Masing-masing suku atau kelompok di Afganistan mulai memperjuangkan kepentingannya sendiri.

Ulama-ulama Afganistan pun ikut terpecah menjadi tiga macam, yakni ulama yang membela pemerintah, ulama yang membela Taliban, dan ulama yang hanya diam di rumahnya tanpa membela pihak mana pun.

Hal ini diungkapkan oleh salah satu ulama Afganistan, Abdul Halim Wardak bin Abdul Samad, dalam diskusi antara delegasi ulama Afganistan (People’s Voter Education Networks) dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di kampus terpadu UMY, Selasa 5 Mei 2015.

“Kami mengapresiasi ulama-ulama Indonesia, baik itu dari kalangan Muhammadiyah ataupun Nahdlatul Ulama (NU) yang bisa saling bersinergi dan bersatu mendukung pembangunan di Indonesia,” ucapnya.

Melihat kenyataan tersebut, Abdul Halim Wardak bin Abdul Samad berharap, para ulama di Afganistan bisa bersatu.

“Kalau semua ulama di Afganistan bersatu, pasti juga bisa seperti Indonesia. Semua rakyat akan mengikuti kebijakan ulamanya dan dapat menjadi negara damai lagi seperti Indonesia saat ini,” tuturnya.

Sekarang, ia melanjutkan, pemerintah baru Afganistan sedang berjuang dan sering berdiskusi dengan Taliban agar bisa bersatu dengan pemerintah. “Alhamdulillah, Taliban sudah mau mendirikan kantornya bersama pemerintah,” ujarnya.

Hilman Latief, Kepala LP3M UMY menjelaskan, Indonesia adalah negara multikultural. Agama resmi yang diakui pemerintah ada enam, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Itu pun masih belum termasuk agama-agama lokal yang tidak diakui resmi oleh pemerintah.

Namun, Hilman Latief menekankan, bukan berarti tidak ada konflik atau masalah yang dihadapi.

Indonesia juga pernah mengalami konflik antaragama. Tetapi, semua ulama dan tokoh agama di Indonesia secara umum tetap mendorong penciptaan perdamaian.

“Organisasi Islam yang penting, seperti Muhammadiyah dan NU, itulah yang menjadi pilar mempromosikan perdamaian,” ujarnya.

Ia menegaskan, ulama-ulama Indonesia memiliki peran cukup besar dalam mendorong pembangunan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial negara ini.

Ulama-ulama Indonesia juga menjadi partner utama pemerintah dalam program pembangunan, termasuk keluarga berecana.

Selain itu, menurut Hilman Latief, keterlibatan ulama sangat besar dalam menciptakan demokratisasi di Indonesia, khususnya saat pemilu.

Untuk itu, ulama-ulama Indonesia tetap menjadikan toleransi sebagai kunci utama dan mendorong pluralisme (pengakuan atas keberagaman) sebagai sesuatu yang harus dipromosikan bersama.

“Islam itu agama yang damai. Itu yang sekarang sedang kami kampanyekan,” katanya.

Delegasi ulama Afghanistan yang berjumlah 20 orang itu terdiri atas ulama-ulama perwakilan imam dan Khatib Masjid, ulama dari Kementerian Agama Afganistan, Kementerian Pendidikan Afganistan, aktivis sosial keagamaan, dosen, serta perwakilan The Asia Foundation.

Kedatangan mereka ke Indonesia pada 28 April-8 Mei ini tidak hanya ke Yogyakarta, tetapi juga ke Jakarta, Cirebon, dan Semarang.

Mereka bertujuan melihat dan berdiskusi lebih dekat mengenai praktik keberagamaan di Indonesia, baik itu dari segi toleransi, pluralisme, gender, dan penegakan hak asasi manusia. (shir/ahay)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network