Warga NU Tolak Subsidi Listrik Dicabut

Surabaya – Rencana pemerintah melalui PT PLN (Persero) yang akan mencabut subsidi listrik bagi pelanggan dengan daya 900 VA dan 450 VA secara bertahap mulai Januari 2016, membuktikan sikap pemerintah yang tidak empati bagi masyarakat miskin. Selama ini dua golongan pelanggan tersebut merupakan wong cilik yang hidup dipedesaan dengan ekonomi serba kekurangan.
Gerakan Penyelamat Nahdlatul Ulama (GPNU) menolak keras rencana pencabutan subsidi listrik tersebut. Pencabutan subsidi hanya akan membebani ekonomi masyarakat miskin dipedesaan yang sebagian besar mereka merupakan warga NU. “Kami warga NU menolak kebijakan itu dan meminta pemerintah untuk mengevaluasinya kembali,” kata M Khoirul Rijal, Ketua GPNU, di Surabaya, Kamis, 19 Nopember 2015.
Saat ini, sebanyak 63 persen masyarakat miskin Indonesia hidup di daerah pedesaan. Sebagian besar dari angka tersebut merupakan warga Nahdlatul Ulama (NU). Pasalnya, sebagian besar warga NU juga hidup dan tinggal di pedesaan.
Sebanyak 2,8 milyar penduduk dunia masuk kategori miskin karena berpendapatan 2 dollar per hari. Di Indonesia sendiri, jumlah penduduk miskin bervariasi. Pada 1998 sebanyak 23,4 persen. Pada 2007 sebanyak 17,4 persen. Harapannya, tahun 2015 angka kemiskininan di Indonesia hanya 7 persen. “Kalau subsidi tersebut akan dicabut, kami menyakini angka kemiskinan itu bukannya malan berkurang namun malah bertambah,” ujarnya.
Menurutnya, akan lebih baik bagi pemerintah atau PT PLN membuat sistem pengawasan yang lebih tepat ketimbang mencabut subsidi. Data menunjukkan kedua daya yang ditujukan bagi masyarakat kelas ekonomi rendah selama ini masih banyak digunakan masyarakat kelas ekonomi menengah.
Dengan sistem yang tepat, PLN bisa memindahkan masyarakat golongan menengah ke kelompok pelanggan dengan daya yang lebih besar dan tak disubsidi. Cara tersebut akan lebih tepat untuk membuat total anggaran subsidi listrik Rp 38,8 triliun di APBN 2016 menjadi tepat sasaran, bukan dengan serta merta mencabut subsidi untuk pelanggan kedua daya.
GPNU mendukung langkah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menawarkan agar pemerintah menaikkan tarif pada golongan 450-900 VA secara bertahap. Karena penghematan subsidinya juga akan signifikan, dan tidak memberatkan masyarakat pengguna 450-900 VA tersebut. Menaikkan tarif 450-900 VA juga cukup rasional, karena golongan ini belum pernah disesuaikan sejak 2003.
Untuk melindungi kepentingan masyarakat miskin untuk golongan 450 VA, PT PLN bisa menggratiskan listriknya, dengan cara memberikan batas maksimum pemakaian kWh per bulannya. Model seperti ni bisa dicontoh dari Afrika Selatan, yang menggratiskan listrik pada rumah tangga miskin, jika pemakaiannya kurang dari 30 kWh per bulannya. Kelebihan dari 30 kWh akan dikenakan tarif progresif.
GPNU juga meminta kepada Pengurus Besar (PB) NU yang baru saja dilantik untuk ikut bersikap membela dan melindungi jamaahnya yang akan terkena dampak langsung dari kebijakan tersebut. “Saya meminta kepada Ketua dan pengurus PB NU agar juga ikut empati dengan nasib warganya. Karena mereka akan merasakan langsung dampak dari kebijakan tersebut,” katanya. (rus/onk)