Banser vs HTI (2): HTI, PKI Jaman Now

Sebenarnya membandingkan Banser dengan HTI itu sangat tidak layak, beda kelas dan levelnya.

Banser terlalu besar jika dibandingkan dengan HTI yang hanya secuil, dari sisi manapun sudut pandangnya, Banser jauh diatas HTI.

Dari jumlah anggota, Banser 10 kali lipat lebih besar dari HTI. Itu artinya jika Banser mau, dalam segebrakan saja, HTI akan tumbang hingga akar-akarnya. Dan saya kira itu tidak berlebihan. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah saja ada 50 ribu lebih pasukan Banser yang selalu siap sedia menerima instruksi dari para kiai, menunggu komando dari panglima.

Itu baru satu kabupaten, belum dengan kabupaten lainnya. Jangan dibayangkan bagaimana jika pasukan sebanyak dan sebesar itu bergerak bersama melibas HTI?

Apalagi dilihat dari sisi kontribusi dalam membela Negeri, malah tak bisa dibandingkan sama sekali. Banser sudah berdarah-darah berjuang membela NKRI, baik dari serangan penjajah maupun ancaman PKI.

Kalau HTI? Justru Dialah PKI masa kini, PKI jaman Now, PKI berbaju islami, HTI tidak pernah memiliki rekam jejak sejarah membangun Negeri, sedikitpun tidak pernah, malah dialah biang keladi dari carut marutnya peta politik bangsa ini. HTI lah yang harus bertanggung jawab atas terjadinya konflik atas nama agama yang selama ini terjadi di Negeri ini.

Dari sudut pandang keilmuan pun sama adanya. Jangan dikira karena berbaju loreng, Banser hanya pandai baris berbaris atau meneriakkan yel-yel saja. Jangankan hanya S1, tidak sedikit anggota Banser yang bergelar Doktor. Jangankan kepala desa, ada banyak kader Banser yang jadi Bupati.

Apalagi dari sisi ilmu-ilmu keagamaan, ada ribuan kader Banser yang juga sekaligus berperan sebagai ustadz, nuballigh, kiai, Gus, Ajeungan, Pangeursa, mu’allim, tuan guru, dll. Itu belum yang berada dalam barisan Ansor dan Rijalul Ansor yang memang gudangnya para kiai.

Maka wajar jika diskusi kemarin yang diselenggarakan di salah satu TV swasta, yang menghadirkan simpatisan HTI yang juga sekaligus wasekjend MUI Pusat, cukuplah dihadapi oleh seorang pimpinan cabang tingkat kabupaten, itupun menurut saya masih ketinggian, harusnya cukup dihadapi oleh pimpinan tingkat kecamatan saja, biar rada imbang. (*)

Bekasi, 26 Agustus 2020

Usamah Zahid, Pengurus Pimpinan Pusat Majelis Dzikir & Shalawat Rijalul Ansor.

Terkait

Opini Lainnya

SantriNews Network