Potret Pasivitas Sayyidah Aisyah dalam Lagu Aisyah Istri Rasulullah

Di berbagai sosial media, telah viral dan familiar di telinga umat manusia, lagu berlirik Aisyah, berkisah tentang Sayidah Aisyah istri Rasulullah.
Judulnya pun adalah Aisyah Istri Rasulullah, yang sudah berbondong-bondong dicover oleh para musisi dengan beragam versi —mulai dari versi kagum hingga sedih—, pun beramai-ramai disebarkan netizen melalui sosmednya masing-masing.
Usut punya usut, setelah saya cek di youtube, ternyata beragam cover lagu Aisyah Istri Rasulullah ini telah ditonton puluhan juta kali.
Saya bagian dari umat yang berkali-kali mendengarkan lagu itu, melalui postingan teman-teman di WhatsApp dan juga Instagram, namun tak ikut menyebarkan. Sebab sebagai aktivis perempuan dan seorang muslimah yang banyak belajar dari beragam kisah perempuan aktif di lingkaran sejarah Islam, saya merasa risih dengan isi lirik lagu ini, yang nyatanya hanya bercerita fisik dan setianya Sayidah Aisyah, hanya menyebutkan bahwa Sayidah Aisyah seorang yang cantik berseri, berkulit putih bersih, berpipi merah dan penuh setia.
Saya menjadi khawatir, para pemilik telinga yang telah hafal dengan lirik lagu ini, hanya mengingat potret Sayidah Aisyah dari sisi itu saja. Karena sejatinya Sayyidah Aisyah juga perempuan yang begitu aktif. Ia tercatat sebagai perempuan yang intelektual, bahkan disebut sebagai fatner intelektualnya Rasul, menjadi salah satu perawi hadits terbanyak, juga sebagai politisi cerdas di zamannya.
Tak ada yang dapat menyangkal dan memungkiri, bahwa Sayyidah Aisyah dalam sejarah tercatat pernah memimpin perang melawan Ali bin Abi Thalib, dalam perang yang dikenal perang Jamal.
Maka, sisi kiprah Sayyidah Aisyah juga harus diungkap, selain yang disebutkan sebelumnya, kiprah lainnya ialah bahwa Aisyah putri Abu Bakar lah yang menjadi sumber rujukan, pasca wafatnya Rasul, karena darinya banyak diperoleh hadits Nabi. Jadi bukan sekedar bermain lari-lari dengan Nabi. Ia pula yang dimintai pendapat ketika terjadi perselisihan di antara umat. Lagi-lagi bukan sekedar kisah cinta yang romantis bersama Nabi.
Sejauh ini, potret perempuan di sekeliling Nabi —tak hanya Sayyidah Aisyah— memang seakan terdengar seperti perempuan yang pasif. Definisi perempuan sholehah, seakan hanya berdiam saja, kaku, hanya mengurus rumah dan keluarga. Padahal, justru perempuan yang diteladankan sejarah Islam adalah perempuan yang aktif dalam segala hal.
Contoh konkretnya, selain keaktifan Sayyidah Aisyah di atas, ialah Sayyidah Khadijah, istri pertama Rasul, yang nyatanya seorang perempuan karir sukses di masa Rasul. Bahkan Sayyidah Khadijah yang membiayai Rasul berdagang. Ia manusia yang pertama kali mengimani ke-Rasul-an Rasul, sehingga kelak kemudian digelari sebagai Ummul Mukminin (Ibu orang yang beriman).
Terdapat pula hadits yang mengisahkan tentang Nusaibah binti Kaab, perempuan yang melindungi Nabi dalam perang Uhud. Yang menurut Nabi ia sangat gigih dalam melindungi Nabi.
Para perempuan pelaku sejarah dalam sejarah Islam, sejatinya banyak berkiprah dan berperan. Hanya saja kemudian yang dikisahkan seputar kisah perempuan di ruang-ruang feminitas belaka, seperti mengasuh anak, menjaga keluarga, memasak, bersolek dan setia terhadap pasangan.
Hanya potret pasivitas perempuan yang banyak dikisahkan agar menjadi acuannya perempuan di masa pasca wafatnya Nabi hingga sekarang, bukan aktivitas aktifnya perempuan yang dimunculkan untuk dijadikan tauladan.
Bahwa ajaran yang sebenarnya dalam Islam ialah perempuan tak melulu mengurus rumah, ia dituntut pula untuk berperan di ruang-ruang selainnya. Intinya, harus dinarasikan ulang tentang perempuan sholehah yang sebenarnya. Termasuk isi lirik dalam lagu Aisyah Istri Rasulullah. (*)
Putriana, M.Pd, Aktivis Perempuan.