Tantangan Ahlusunnah wal Jamaah di Abad 21
Islam adalah agama rahmatan lil’alamin bagi seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat yang beragama Islam maupun yang beragama selain Islam. Namun sebagian orang memandang bahwa agama Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan baik dalam berdakwah dan dalam aktifitas lainnya. Merupakan statemen yang keliru, karena pernyataan seperti ini keluar dari konsep Islam. Konsep Islam sebagai rahmatan lil’alamin adalah harga mutlak datang dari Allah yang tidak bisa ditawar.
Memperbaiki pergaulan dalam menjalani kehidupan merupakan tujuan awal ajaran Islam yang dibawah oleh Nabi Muhammad SWT, sekalipun pada mulanya ajaran Islam mendapat respon negatif dari masyarakat arab yang menganut agama peninggalan nenek moyangnya. Keteguhan hati dan sikap toleran yang dilakukan sang revolusioner Nabi Muhammad sehingga mampu membuat orang yang tidak suka terhadap ajaran Islam menjadi suka dan menerima.
Dari masa kemasa ajaran Islam menyebar dan pengikut agama Islam semakin meningkat, bahkan bukan hanya orang yang masuk agama Islam yang melimpah, namun juga perkembangan kajian-kajian keIslaman semakin maju.
Kajian tentang keIslaman tak terbantahkan, baik berkait dengan persoalan akidah, sosial dan politik. Realitas ini menjadikan ajaran Islam semakin dinamis, dan menandakan bahwa Islam adalah agama yang mengedepankan kemaslahatan dalam segala bidang. Sehingga dari hasil kajian dan perdebatan-perdebatan melahirkan golongan-golongan yang mengatasnamakan pengikut ajaran Nabi, dan tidak sedikit dari golongan tersebut saling mengklaim “benar” antara satu sama lain. Golongan tersebut adalah golongan mu’tazilah, jabariyah, qodariyah, sunni, khawarij, syiah.
Pada tataran akidah, teologi Ahlusunnah Wal Jamaah secara faktual adalah aliran terbesar umat Islam mengalahkan aliran-aliran lainnya. Hal itu terlihat dominasi ajarah ahlusunnah wal jamaah 85 persen di negeri muslim. Sementara pada dimensi politik terlihat juga dominasi di dunia Islam, tetapi dominasi itu adalah hasil dari perjuangan politik yang dilakukan oleh para pejuang-pejuang aliran ahlusunnah wal jamaah. Berbicara persoalan akidah, tidak akan pernah menemukan kata selesai, dari itu perlu memperbanyak literatur agar mampu mengambil nilai positif dalam perkembangan keilmuan yang semakin terkemuka.
Sekalipun pada awalnya golongan yang ada bedebat dalam persoalan sosial politik, namun tidak bisa di nafikan pada akhirnya beralih pada persoalan akidah. Dari beberapa argumentasi-argumentasi yang “rojih” ustadz Idrus Romli menyebutkan dalam bukunya yang berjudul “Madzhab Al-Asyari Benarkah Ahlusunnah Waljamaah”. Dalam buku tersebut beliau menjelaskan bahwa alaran Asy’ariyah adalah aliran Ahlusunnah Wal jamaah yang sesuai dengan pernyatan Nabi Muhammad, yang dikonsep oleh Abu Hasan Al-asyari dan Abu Manshur Almaturidi baik dalam akidah, fiqh dan tasawuf.
Pada tinjauan teologis dan historis sosiologi, istilah ahlusunnah wal jamaah (Aswaja) adalah pengikut sunnah nabi dan lawan dari sifat bid’ah. Dalam historisnya, sering diasosiasikan pengikut para imam-imam yang agung dalam kedalaman ilmunya, yang merupakan antitesa dari mu’tazilah, syiah, khawarij, murjiah dan jabariyah. Lebih spesifik lagi, imam As-Safariniy Al-Hanbali dalam “Lawami’ Al-Anwar Al-bahiyyah Syarh Ad-Durrat Al-Mudhiyyah fi Aqd Al-firqoh Al-Mardhiyah” menegaskan bahwa Ahlusunnah Wal Jamaah terdiri dari golongan besar yaitu Al-Asyariyah (Imam Abu Hasan Al-Asyari) Maturidiyah (pengikut Imam Abu Manshur Maturidi).
Perkembangan kondisi saat ini, umat megharapkan terciptanya persaudaraan (ukhuwah) saling menyayangi (tarahum) melahirkan kerjasama dan sinergitas (ta’awun wa takamul). Sikap positif adalah harga paling mahal harus diwujudkan oleh semua pihak yang mengaku dirinya Ahlusunnah Wal Jamaah, apalagi di tengah tantangan dakwah Islam yang semakin berat dewasa ini.
Pada dekade abad 21, golongan Ahlusunnah mendapat tantangan besar baik 3 dari golongan sesama Islam maupun dari golongan yang benar-benar memusuhi golongan ini. Tafkir, pembid’ahan, news nasrani, hinduisme dan lainnya adalah salah satu pernyataan-pernyataan yang dialamatkan terhadap golongan Ahlusunnah.
Menilik dari persoalan ini, tidak menutup kemungkinan ajaran Ahlusunnah versi Abu Musa Al-asyari dan Abu Hasan Almaturidi akan digerogoti, untuk melemahkan. Dari itu sangat menuntut bagi para pengikut Ahlusunnah versi Abu Musa Al-asyari dan Abu Hasan Almaturidi untuk mempersiapkan diri dengan mengadakan kajian-kajian, halaqah dan penyuluhan-penyulusan berkait dengan ajaran tersebut.
Menurut mereka Ahlusunnah Waljamaah adalah kelompok mereka, meskipun pandangan dan analisa mereka banyak yang menyimpang dari ajaran alqur’an, sunnah dan pendapat ulama-ulama’ salaf.
Peradaban merupakan kondisi yang tak terniscayakan, selagi masih ada manusia di bumi ini, semakin hari perkembangan berkembangan pesat begitu halnya peradaban. Realitas ini akan berpengaruh bagi ajaran-ajaran keagamaan, apakah berdampak positif maupun negatif.
Pentingnya memelihara ajaran Ahlusunnah Waljamaah, disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, perkembangan gerakan keagamaan baru, label “ideologi transnasional” disematkan kepada mereka dan dianggap paham yang bertentangan dengan Aswaja. Gerakan seperti Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, Jamaah Tablig dan ISIS baru-baru ini, dan kurangnya informasi perkembangan ideologi sunn yang bertrasnformasi menjadi gerakan politik ormas keagamaan murni. Ditimur tengah, kelompok sunni yang berupaya menyatukan gerakan keagamaan dan politik sudah jamak terjadi akibat dipicu keinginan lepas inperialisme barat.
Kedua, perkembangan peradaban dan kebudayaan, peradaban adalah hasil dari segala aktifitas manusia bisa berkait dengan kemajuan tehnologi maupun sosial politik, begitu halnya dengan kebudayaan, menjadi tantangan tersendiri bagi kemurnian ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah.
Ketiga, sikap saling menafikan, meskipun dalam sejarah, tak jarang polemik dan sikap saling menafikan antara kelompok Ahlus Sunnah, terutama Asy’ariyah dan Maturidiyah disatu sisi dan ahlul Hadits disisi lain. Tantangan ini tidak bisa dipandang sebelah mata.
Tentu saja sikap saling menafikan di antara School of thoughts sunni ini akan berdampak negatif bagi kemaslahatan umat Islam yang mayoritas berakidah Ahlusunnah Wal Jamaah. Perpecahan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, harus ada rekonsiliasi hakiki dan tidak saling menafikan.
Peta tantangan internal dan eksternal itu dapat berpotensi mengancam dan menggerogoti akidah Ahlisunnah Wal Jamaah, kepekaan para penganut ajaran akidah Ahlusunnah Wal Jamaah terhadap isu-isu global terutama berkaitan dengan ajaran keagamaan, untuk selalu mencari informasi, menyaring agar mampu bertahan dalam keyakinannya. menariknya jika para tokoh dan pemimpin sunni duduk bersama menyatukan barisan. Wallahu a’lam. (*)
Ponirin Mika, Sekretaris Biro Kepesantrenan PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo.