Hindari Konflik Bernuansa Agama, Eksan Kampanyekan Islam Damai
Anggota DPRD Jawa Timur Moch Eksan (santrinews.com/ist)
Jember – Indonesia yang semula menjadi “surga” bagi pluralisme dan multikulturalisme, kini berubah menjadi “neraka” bagi penganut faham dan aliran kecil yang berbeda dengan kelompok mainstream. Berbagai kasus kekerasan dan teror atas nama agama marak terutama pasca reformasi.
Demikian ditegaskan anggota DPRD Jawa Timur Moch Eksan, saat menjadi pembicara dalam dialog yang bertemakan “Membumikan Sajak-sajak Islam Damai dan Toleran” oleh PC IPNU-IPPNU Jember, Jumat, 1 Juli 2016.
“Wacana pluralisme dan multikulturalisme serta keberpihakan pada umat minoritas yang diperjuangkan Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) di masa hidupnya, mulai terdesak dengan arus radikalisasi agama yang berawal dari transmisi Islam Timur Tengah,” kata Eksan.
Politisi NasDem ini menuturkan, kehadiran gerakan Islam baru yang terjadi sejak dekade 80-an di Indonesia, seperti Salafi, Tarbiyah, Hizbut Tahrir dan lain-lain menimbulkan gesekan sosial di masyarakat akar rumput.
Bahkan, kata pria yang juga menjabat Wakil Sekretaris PCNU Jember, ada yang sudah mengarah pada konflik aliran secara terbuka dan berdarah-darah. Bila umat dan bangsa ini gagal memanage pluralisme aliran dalam Islam, pluralisme yang dibanggakan-banggakan akan berubah menjadi yang membinasakan.
“Konflik aliran di Timur Tengah menjadi contoh nyata, perbedaan faham dan amal keagamaan memicu konflik berdarah, seperti konflik Sunni-Syiah di Irak, konflik Ikhwanul Muslimin-Sosialisme Islam di Mesir, konflik Fattah-Hammas di Palestina, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Oleh karena itu, Eksan mengajak seluruh umat yang peduli harus bersama-sama memasyarakatkan kembali prinsip-prinsip kemasyarakatan yang dibidani oleh para ulama. Yakni pertama, sikap tawasuth dan i’tidal. Sikap tengah yang berintikan prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Kedua, sikap tasamuh. Sikap toleran terhadap perbedaan pendapat, baik masalah keagamaan, kemasyarakatan maupun kebudayaan.
Ketiga, sikap tawazun. Sikap seimbang dalam mengabdi, baik kepada Allah SWT, sesama manusia maupun pada lingkungannya. Dan, menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini maupun masa yang akan datang.
Keempat, amar makruf nahi mungkar. Sikap yang selalu menyerukan pada kebajikan dan mencegah kemungkaran demi kemaslahatan bersama, dunia maupun akhirat.
Berdasarkan hal-hal tersebut, kehidupan beragama di Indonesia, kendati lebih baik dari pada negara-negara lain, akan tetapi sangat berpotensi menjadi konflik aliran. Apalagi, bila umat dan bangsa ini gagal meneguhkan kembali Islam moderat di Indonesia. Islam damai, Islam terbuka, dan Islam ramah yang diharap menjadi wajah Islam dunia yang rahmatan lil alamin. Jauh dari terorisme dan kekerasan atas mana agama. (rus/onk)