Pemilu 2014

Pengamat: Jokowi Anti-tesis Perilaku Politik Buruk

Din Syamsuddin, ketua umum PP Muhammadiyah (laman muhammadiyah/santrinews.com)

Jakarta – Tercatat dalam sejarah, umat Islam berperan sangat besar dalam pendirian dan perjuangan kemerdekaan Negara Indonesia. Nilai-nilai kebangsaan yang tertanam cukup kuat menjadi modal dasar dan utama.

Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan mantan Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mochtar Pabottingi, usai pengajian bulanan di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Jumat malam, 4 Oktober 2013.

“Umat Islam mempunyai peran kesejarahan besar dalam penegakan negara ini,” kata Din. Ia mengharapkan, pasca Pemilu 2014 mendatang akan terjadi duet kepemimpinan Islam-Nasionalis.

Harapan itu, kata Din, sangat bergantung pada partai-partai politik karena kewenangan mewujudkan duet kepemimpin Islam-Nasionalis ada pada partai politik.

Muhammadiyah, lanjut Din, merujuk pada pokok pikiran Tanwir Muhammadiyah 2012, kepemimpinan bangsa selama ini sering absen ketika diperlukan, lamban, bimbang, dan galau dalam mengambil keputusan, dan korup.

“Itu disebabkan perilaku politik transaksional, penggunaan uang dalam mengejar jabatan, dan kegagalan partai politik dalam melakukan pengkaderan dan rekrutmen pemimpin bangsa,” kata Din.

Tujuh kriteria kepemimpinan yang diperlukan bangsa Indonesia menurut Muhammadiyah yaitu visioner, nasionalis-humanis, kemampuan membangun solidaritas, dan berani mengambil risiko.

Kemudian, kemampuan mengambil keputusan yang cepat tepat dan tegas, kemampuan menyelesaikan masalah dan menggerakkan sumber daya, dan integritas moral yang tidak menyalahgunakan kekuasaan.

Mochtar Pabottingi, mengatakan, citra politik di masyarakat akan positif jika partai politik dan politikus memegang nilai-nilai kebangsaan.

“Tidak hanya partai politik, tapi juga dalam tindakan sehari-hari di masyarakat. Partai politik itu menghimpun segala kekuatan dan dasarnya harus kebangsaan,” kata Mochtar.

Ia mengatakan, partai politik akan dicitrakan negatif oleh masyarakat karena tidak memikirkan masalah-masalah bangsa dan justru mencari keuntungan atau kekayaan bagi para anggotanya.

“Anti-politik muncul karena kedaulatan rakyat dirampas dan bangsa tidak dipedulikan. Sikap yang muncul justru saling menguntungkan diri sendiri dan golongannya selama hampir 15 tahun terakhir,” katanya.

Dia kemudian mencontohkan nilai kebangsaan pada sosok Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, atau yang lebih dikenal sebagai Jokowi.

“Jokowi itu anti-tesis dari seluruh perilaku politik yang buruk-buruk sekarang ini,” kata Mochtar.

Popularitas dan akseptabilitas Joko Widodo, menurut dia, bukan dari tindakan sengaja untuk populer tapi sebagai hasil karena sesuai dengan harapan masyarakat.

“Apa yang dipikirkannya adalah bangsa dan tidak memikirkan golongan ataupun keuntungan diri sendiri,” ujarnya.

Sifat-sifat yang dapat mencerminkan pemimpin bernilai kebangsaan, lanjut Mochtar, yaitu tulus, rendah hati, jujur, tegar pada keputusan dan kemauan, serta langsung mengerjakan apa yang harus dilakukannya.(onk/hay)

Terkait

Politik Lainnya

SantriNews Network