Reses FPKB DPRD Sumenep: Dari Nasib Guru Ngaji, Bahasa Madura hingga Infrastruktur
Ketua FKB DPRD Sumenep M Muhri (tengah) saat silaturahmi dan serap aspirasi di Kecamatan Batuputih, Ahad, 17 Nopember 2019 (santrinews.com/mahrus)
Sumenep – Kesejahteraan guru ngaji dan madrasah diniyah, serta nasib Bahasa Madura menjadi perhatian khusus anggota Komisi IV DPRD Sumenep KH Sami’oeddin. Sementara Ketua FKB DPRD Sumenep M Muhri akan fokus pada infrastruktur dan pengairan.
Kiai Sami’oeddin berjanji akan memperjuangkan kesejahteran para guru ngaji di legislatif. Begitu juga soal Bahasa Madura.
“Saya sudah berkoordinasi dengan dinas pendidikan terkait guru ngaji dan madin,” kata Kiai Sami’oeddin, saat ditemui disela agenda serap aspirasi di kampus STIT Al-Karimiyyah Beraji, Gapura, Ahad, 17 Nopember 2019.
Selama dua hari mulai Sabtu, 16 Nopember 2019, Kiai Sami’ melaksanakan serap aspirasi. Hari pertama bertemu dengan para guru ngaji, pengurus NU, dan tokoh masyarakat.
Hari kedua dengan para mahasiswa yang berasal dari daerah pemilihan V yang meliputi Kecamatan Gapura, Batuputih, Batang-batang, dan Dungkek.
Kiai Sami’ berkomitemen akan mendorong Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk membuat regulasi khusus tentang guru ngaji dan madin dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
“Sekarang setiap tahun mereka hanya mendapatkan 500 ribu. Ini yang kita perjuangkan nanti,” tegas anggota dewan dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) ini.
Baca juga: Reses di Pesantren, Mat Nasir Siap Perjuangkan Petani Madura
Ihwal nasib Bahasa Madura terutama di kalangan generasi muda, Kiai Sami’ mengakui selama ini ada beberapa problem hingga ia harus berpikir keras guna mengembalikan bahasa Madura ke penggunanya.
Diantara problemnya adalah pegiat bahasa Madura yang semakin langka. “Sekarang persoalannya sudah banyak (pegiat bahasa Madura) yang meninggal dunia,” tegasnya.
Karena itu, menurut Kiai Sami’, Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus bagi pegiat Bahasa Madura yang masih ada. Muatan lokal mata pelajaran Bahasa Madura juga harus diterapkan mulai dari SD-SMA. “Muatan lokal (Bahasa Madura) harus diwajibkan,” tegasnya.
Selama ini, muatan lokal Bahasa Madura di lembaga pendidikan masih belum maksimal. “Belum merata ke semua lembag pendidikan yang ada di Sumenep,” ungkapnya.
Persoalan Bahasa Madura ini sempat disampaikan Bupati Sumenep KH A Busyro Karim saat Apel Hari Jadi ke-750 Sumenep di depan Masjid Jamik, akhir Oktober 2019 lalu. Ia mengakui Bahasa Madura kini mulai asing bagi anak-anak muda.
Baca juga: Budayawan: Hanya Pesantren Pertahankan Bahasa Madura
Bahkan, kata Kiai Busyro, masyarakat Madura sendiri sudah mulai tidak paham dengan bahasanya sendiri. “Kini anak-anak dengan penyebutan Bâllu Lèkor (Dua Pulah Delapan) saja tidak tahu,” kata Kiai Busyro kala itu.
Selain beberapa hal tersebut, kata Kiai Sami’, pemerintah juga perlu memberikan fasilitas berupa buku Bahasa Madura secara gratis bagi siswa. Pegiat Bahasa Madura juga perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
”Nanti kita terutama dengan Dewan Pendidikan harus ada semangat siap kawal, anggarannya akan saya kawal,” kata Kiai Sami’.
Di hari yang sama, M Muhri melaksanakan serap aspirasi di Kecamatan Batuputih. Muhri yang duduk di Komisi III berjanji akan memperjuangkan infrastruktur dan pengairan.
“Sesuai dengan komisi saya terkait pembangunan, saya berusaha akan merealisasikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat,” kata Muhri. (rus/hay)