Kimiya-yi Sa‘adat (19): Tamsil tentang Sihir Dunia dan Kelalaian Para Penghuninya
Tamsil pertama: Sihir dunia yang pertama adalah bahwa dunia menampilkan dirinya kepadamu seolah tidak bergerak dan diam bersamamu dengan setia, tapi ia sebenarnya terus-menerus lari meninggalkanmu. Cuma, ia bergerak secara pelan-pelan, sedikit demi sedikit.
Ia seperti bayang-bayang: ketika Engkau melihatnya, ia kelihatan diam; tapi sebenarnya ia bergerak secara sinambung. Sudah jelas bahwa hidupmu seperti itu: selalu bergerak. Secara pelan-pelan, detik demi detik, umurmu terus berkurang. Begitulah dunia lari darimu dan mengucapkan perpisahan denganmu; tapi Engkau tidak menyadarinya.
Tamsil kedua: Sihir dunia adalah ia berpura-pura ramah agar Engkau mencintainya. Ia berpura-pura berjanji akan hidup denganmu dan tak akan pindah ke pelukan orang lain. Tapi tiba-tiba saja ia menjadi musuhmu! Ia seperti perempuan bejat yang merayu laki-laki agar mau menjadi kekasihnya. Kemudian, ia membawa laki-laki itu ke rumahnya dan membunuhnya.
Nabi ‘Isa bertutur, ia melihat dunia dalam bentuk seorang perempuan tua. Ia bertanya, “Engkau punya suami berapa?” Perempuan itu menjawab, “Tak terhitung.” Ia bertanya lagi, “Mereka mati atau Engkau menceraikan mereka?” Ia menjawab, “Tidak. Aku membunuh mereka.” Nabi ‘Isa berkomentar, “Sungguh aneh bahwa banyak orang telah menyaksikan apa yang Engkau perbuat, tapi tetap mengharapkanmu dan tidak mengambil pelajaran. Mereka orang-orang bebal.”
Tamsil ketiga: Sihir dunia adalah bahwa bagian luarnya dihias dengan menarik sementara bencana dan penderitaan yang ia timbulkan disembunyikan sedemikian rupa sehingga orang bodoh hanya melihat penampilan luarnya dan terpedaya.
Tamsilnya adalah perempuan tua buruk rupa berpakaian sutra dan memakai banyak perhiasan indah sehingga siapapun yang melihatnya dari jauh akan tertarik. Tapi ketika ia membuka hijabnya, orang menjadi menyesal dan melihat keburukannya.
Dalam hadis diceritakan bahwa di Hari Kiamat nanti dunia akan dipanggil dalam bentuk seorang perempuan tua yang berwajah buruk, ompong, dan bermata hijau sehingga ketika manusia melihatnya mereka akan berkata, “Na‘udzu Billah! Apa yang menyebabkan keburukan muka dan kesengsaraan ini?” Mereka akan menerima jawaban, “Ini adalah dunia yang diperebutkan oleh Kalian dan Kalian dengki, menumpahkan darah, dan mengkhianati ikatan persaudaraan karenanya. Dialah yang membuat Kalian terpesona.” Ketika ia dilempar ke neraka, dunia akan meratap, “Tuhan, di manakah para kekasihku?” Tuhan kemudian memerintahkan agar para pemuja dunia dilemparkan ke neraka.
Tamsil keempat: Seseorang yang ingin merenungkan seberapa lama keazalian ketika ia belum tinggal di dunia, dan seberapa lama keabadian ketika ia telah meninggalkan dunia, dan betapa sebentar masa-masa di antara keazalian dan keabadian, ia tahu bahwa tamsil dunia adalah jalan yang dilalui oleh pengelana. Ia diawali oleh buaian dan ditutup dengan liang lahat.
Saat ia berkelana, setiap tahun adalah 1000 kilometer, setiap bulan adalah 10 kilometer, setiap hari adalah 1 kilometer, dan setiap jam adalah satu langkah. Bagi satu orang, sisa perjalanannya adalah 10 kilometer, bagi orang yang lain kurang dari itu, dan bagi yang lain lagi sisa perjalanan panjang masih menunggu. Dan masing-masing orang ini bertingkah seolah sudah mengadakan perjanjian akan tinggal di tempat persinggahan ini selama-lamanya.
Tamsil kelima: Ketahuilah bahwa tamsil kesenangan yang dinikmati oleh para penghuni dunia dibandingkan dengan siksa dan penderitaan yang akan mereka dapat di akhirat adalah seperti orang yang menikmati segala makanan enak, sedap, dan manis dengan rakusnya hingga perutnya sakit.
Selanjutnya, ia merasakan bau busuk menyebar dari usus besar, nafas, dan dubur mereka. Akibatnya, ia merasa malu dan menyesal karena kesenangan yang ia nikmati telah pergi dan yang tersisa tinggal keburukan: semakin enak makanannya, semakin busuk bau yang menyebar dari duburnya.
Memang, semakin banyak kesenangan duniawi yang dinikmati oleh orang, akan semakin besar pula penderitaan yang akan ia alami di akhirat. Semakin banyak ia menikmati kemudahan hidup, seperti kebun, taman, budak, emas, dan perak, akan semakin besar pula duka, penderitaan, dan siksaan yang ia alami di akhir hayat dibandingkan mereka yang tak berpunya. Kesedihan dan penderitaannya tidak akan sirna di kala mati, tapi akan semakin bertambah karena cinta dunia telah tertanam di dalam jiwanya.
Tamsil keenam: Ketahuilah bahwa urusan-urusan dunia yang mengalir di depan mata kita tampak sepele. Orang-orang berpikir bahwa pekerjaan mereka tak akan membutuhkan waktu lama. Tapi mungkin saja, hal kecil akan mendatangkan musibah besar.
Nabi ‘Isa berkata, “Pencari dunia itu seperti orang yang minum dari air laut. Semakin banyak ia minum, akan semakin haus ia jadinya. Ia akan minum terus hingga binasa, sementara rasa hausnya tak pernah terpuaskan.” Nabi bersabda, “Seperti halnya tak mungkin orang berenang di air tanpa kecipratan air, demikian pula ia tak mungkin terlibat dalam urusan dunia tanpa ternoda olehnya.”
Tamsil ketujuh: Para penghuni dunia yang terikat pada urusan duniawi dan lupa kepada akhirat adalah seperti sejumlah orang dalam kapal yang datang ke sebuah pulau. Mereka berlabuh untuk menunaikan hajat dan bersuci. Kapten kapal memberikan pengumuman, “Jangan berlama-lama! Langsung bersuci saja! Kapal akan segera berangkat.”
Orang-orang menyebar di pulau. Yang cerdas cepat-cepat bersuci lalu kembali ke kapal. Mereka menemukan kapal dalam keadaan kosong sehingga mereka bisa memilih tempat duduk yang lebih luas dan lebih menyenangkan. Kelompok yang lain terkesima dengan keindahan pulau.
Mereka terpaku mengagumi bunga-bungaan yang indah, bunyi burung-burung, dan batu-batu koral yang berwarna-warni dan berpola. Ketika mereka kembali ke kapal, mereka tak bisa menemukan tempat duduk yang nyaman. Maka mereka pun duduk berdesak-desakan di tempat yang gelap dan menderita karenanya.
Kelompok yang lain tidak puas dengan cuma melihat-lihat. Mereka mengumpulkan batu-batuan yang indah, unik, dan wana-warni, lalu membawanya ke kapal. Mereka tak menemukan tempat duduk yang nyaman. Akibatnya, mereka pun duduk berdesak-desakan. Mereka menggantung batu warna-warni dan bunga-bunga yang mereka bawa dari pulau di leher mereka.
Setelah satu atau dua hari, warna mereka yang indah mulai memudar. Bau tak sedap mulai menyebar dari bunga-bunga tersebut. Mereka tak bisa menemukan tempat untuk membuangnya. Mereka menyesali apa yang telah mereka lakukan dan menanggung duka mereka di leher mereka.
Kelompok yang lain tersihir oleh pulau lalu jalan-jalan bak wisatawan hingga mereka jauh dari kapal. Akibatnya, mereka tidak mendengar pengumuman kaptel kapal. Mereka tertinggal di pulau hingga salah seorang di antara mereka mati kelaparan dan yang lain diterkam oleh binatang buas.
Kelompok pertama adalah tamsil orang-orang Mukmin yang patuh pada perintah agama, dan yang terakhir adaah tamsil orang-orang kafir yang melupakan jatidiri mereka, Tuhan, dan akhirat. Kelompok yang lain adalah tamsil mereka yang mengabdi kepada dunia: “Mereka telah memilih kehidupan dunia di atas akhirat” (QS 16: 107).
Kelompok yang lain lagi adalah tamsil para ahli maksiat: Mereka yang beriman namun tidak ‘menjauh’ dari dunia. Ada yang bersenang-senang dalam kemiskinan dan ada yang menumpuk kesenangan dunia hingga menjadi beban kepada mereka sendiri. (*)
Muhammad Ma‘mun, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Silo, Jember.
——-
Kimiya-yi Sa’adat, yang biasa diterjemahkan menjadi Kimia Kebahagiaan, bukanlah karya yang asing bagi para pembaca Imam al-Ghazali di Tanah Air. Karya ini sudah diterjemahkan berkali-kali ke dalam bahasa Indonesia.
Sayangnya, terjemahan ini dipungut dari edisi ringkasnya, biasanya dari bahasa Arab atau dari terjemahan bahasa Inggris yang dikerjakan oleh Claud Field. Terjemahan yang terakhir, seperti yang dijelaskan oleh penerjemahnya, dikerjakan dari terjemahan Bengali-nya yang ringkas. Dus, terjemahan dari terjemahan.
Padahal, edisi asli kitab ini dalam bahasa Persia 2 jilid tebal. Struktur babnya sama dengan Ihya’ ‘Ulum ad-Din, yang terdiri dari 40 buku. Keempat puluh buku dalam Kimiya-yi Sa’adat bisa dibilang merupakan versi padat dari 40 buku Ihya’.
Hal lain yang membedakan Kimiya-yi Sa’adat dengan Ihya’ adalah bab-bab pendahuluannya yang panjang: terdiri dari 4 topik. Keempat topik ini lebih panjang dan lebih filosofis dari buku ke-21 dan ke-22 Ihya’.
Pembicaraan yang teoretis dan filosofis ini mengisyaratkan bahwa Kimiya ditulis untuk kaum terpelajar dan cendekiawan Persia yang tidak bisa berbahasa Arab.
Pada bulan Ramadhan ini, saya ingin berbagi hasil terjemahan saya atas mukadimah Kimiya-yi Sa’adat yang saya ambil dari versi Inggrisnya yang dikerjakan oleh Jay R. Cook.
Untuk kepentingan kawan-kawan, terjemahan saya buat selonggar mungkin, dan dalam beberapa kesempatan atau berseri, lebih merupakan parafrase dari terjemahan literal. Semoga bermanfaat! (*)