Kimiya-yi Sa‘adat (16): Pengetahuan tentang Dunia, Alasan Manusia Diturunkan ke Dunia

Ketahuilah bahwa dunia merupakan salah satu dari sekian banyak tahapan dalam jalan agama: tempat singgah bagi para pengelana menuju Hadirat Ilahi; pasar terakhir yang ditempatkan di sudut gurun, tempat para pengelana mengambil bekal [untuk perjalanannya].

Dunia dan akhirat adalah sebutan untuk dua keadaan: (a) keadaan sebelum mati dan lebih dekat kepadamu yang biasa disebut dunia; dan (b) keadaan sesudah mati, yang disebut akhirat. Manusia diciptakan dalam keadaan kosong dan penuh dengan kekurangan di awal penciptaan, namun punya potensi untuk meraih kesempurnaan dan menjadikan citra langit sebagai desain hatinya sehingga cocok untuk memandangi Hadirat Ilahi, dalam pengertian bahwa ia menemukan cara untuk menyaksikan keelokan Hadirat Ilahi. Ini adalah batas terakhir kebahagiaan ruhani. Inilah surganya. Inilah alasan penciptaannya!

Bagaimanapun, ia tidak mungkin menyaksikan [keelokan Hadirat Ilahi] selama mata batinnya tidak terbuka. Akibatnya, dia pun tidak akan bisa merasakan keelokan-Nya. Hal itu baru datang melalui pengetahuan. Kunci untuk merasakan keelokan ilahi adalah pengetahuan tentang keajaiban-keajaiban ciptaan Tuhan. Dan panca indera merupakan kunci pertama menuju ciptaan-Nya. Panca indera tak akan tercipta kecuali tubuh diciptakan dari air dan tanah.

Jadi, inilah alasan manusia jatuh ke dunia air dan tanah: agar ia mengumpulkan bekal dan mendapat pengetahuan tentang Tuhan. Kuncinya adalah pengetahuan tentang dirinya dan pengetahuan tentang semesta alam yang dipersepsikan oleh panca indera.

Selama manusia memiliki indera dan kelima organ tersebut memata-matai alam untuknya, ia berarti berada “di dunia ini.” Ketika ia berpisah dari indera, sementara ia tetap hidup bersama hal-hal yang menjadi esensi sifat-sifatnya, pada saat itulah ia disebut “telah pergi ke alam akhirat.” Inilah alasan keberadaannya di dunia. (*)

Muhammad Ma‘mun, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Silo, Jember.
——-
Kimiya-yi Sa’adat, yang biasa diterjemahkan menjadi Kimia Kebahagiaan, bukanlah karya yang asing bagi para pembaca Imam al-Ghazali di Tanah Air. Karya ini sudah diterjemahkan berkali-kali ke dalam bahasa Indonesia.

Sayangnya, terjemahan ini dipungut dari edisi ringkasnya, biasanya dari bahasa Arab atau dari terjemahan bahasa Inggris yang dikerjakan oleh Claud Field. Terjemahan yang terakhir, seperti yang dijelaskan oleh penerjemahnya, dikerjakan dari terjemahan Bengali-nya yang ringkas. Dus, terjemahan dari terjemahan.

Padahal, edisi asli kitab ini dalam bahasa Persia 2 jilid tebal. Struktur babnya sama dengan Ihya’ ‘Ulum ad-Din, yang terdiri dari 40 buku. Keempat puluh buku dalam Kimiya-yi Sa’adat bisa dibilang merupakan versi padat dari 40 buku Ihya’.

Hal lain yang membedakan Kimiya-yi Sa’adat dengan Ihya’ adalah bab-bab pendahuluannya yang panjang: terdiri dari 4 topik. Keempat topik ini lebih panjang dan lebih filosofis dari buku ke-21 dan ke-22 Ihya’.

Pembicaraan yang teoretis dan filosofis ini mengisyaratkan bahwa Kimiya ditulis untuk kaum terpelajar dan cendekiawan Persia yang tidak bisa berbahasa Arab.

Pada bulan Ramadhan ini, saya ingin berbagi hasil terjemahan saya atas mukadimah Kimiya-yi Sa’adat yang saya ambil dari versi Inggrisnya yang dikerjakan oleh Jay R. Cook.

Untuk kepentingan kawan-kawan, terjemahan saya buat selonggar mungkin, dan dalam beberapa kesempatan atau berseri, lebih merupakan parafrase dari terjemahan literal. Semoga bermanfaat! (*)

Terkait

Turats Lainnya

SantriNews Network