Kimiya-yi Sa‘adat (20): Tidak Semua yang Ada di Dunia Ini Tercela

Dengan semua celaan terhadap dunia ini, janganlah berpikir bahwa semua yang ada di dunia ini adalah haram. Alih-alih, ada beberapa hal di dunia ini yang bukan bagian dari dunia.

Apa saja? Ilmu dan amal ada di dunia ini, tapi keduanya bukan bagian dari dunia. Sebab, keduanya akan terus menemani kita hingga ke akhirat. Ilmu akan terus langgeng bersama kita di akhirat tanpa berkurang sedikitpun. Adapun amal, meskipun ia tidak langgeng hingga ke akhirat, namun efeknya akan terus kita rasakan hingga di akhirat.

Efek amal di akhirat ada dua: (a) Yang pertama adalah kebersihan dan kesucian hati yang diraih dengan meninggalkan maksiat; dan (b) yang kedua adalah selalu ingat kepada Allah yang diraih dengan kewaraan dalam ibadah. Keduanya termasuk ‘al-baqiyat ash-shalihat’, kebajikan yang langgeng seperti yang difirmankan oleh Allah, “Dan kebajikan yang langgeng adalah lebih baik sebagai ganjaran di sisi Allah” (QS 19: 76).

Kesenangan mencari ilmu, bermunajat, dan mengingat Allah adalah lebih baik daripada kesenangan-kesenangan yang lain. Semuanya ada di dunia, namun bukan bagian dari dunia ini. Konsekuensinya, tidak semua kesenangan adalah tercela. Yang tercela adalah yang fana atau tidak kekal.

Kesenangan yang fana pun tidak semuanya tercela, karena ia masih dibagi lagi menjadi dua: yang pertama adalah kesenangan yang, walaupun merupakan bagian dari dunia ini dan musnah setelah kematian —seperti makanan, seks, pakaian, dan rumah— namun ia membantu amalan-amalan ukhrawi: makanan, misalnya, menguatkan tubuh kita sehingga bisa memburu ilmu dan amal sementara seks menambah jumlah kaum beriman. Syaratnya hanyalah kesenangan-kesenangan ini dilakukan selaras dengan, dan tidak melebihi, kebutuhan. Setiap orang yang puas dengan kebutuhannya saja dan niatnya adalah untuk membantu kepentingan agama tidak bisa disebut ‘mabuk dunia’.

Oleh karena itu, hal-hal yang tercela di dunia ini adalah hal-hal yang tujuannya bukan untuk kepentingan agama. Sebaliknya, hal-hal tersebut menjadi penyebab kelalaian, kesombongan, kecintaan kepada dunia, dan kebencian kepada akhirat. Karena alasan inilah Nabi bersabda, “Dunia itu laknat, dan terlaknat pula segala isinya kecuali ingat kepada Allah dan apapun yang mendukungnya.” (*)

Muhammad Ma‘mun, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Silo, Jember.
——-
Kimiya-yi Sa’adat, yang biasa diterjemahkan menjadi Kimia Kebahagiaan, bukanlah karya yang asing bagi para pembaca Imam al-Ghazali di Tanah Air. Karya ini sudah diterjemahkan berkali-kali ke dalam bahasa Indonesia.

Sayangnya, terjemahan ini dipungut dari edisi ringkasnya, biasanya dari bahasa Arab atau dari terjemahan bahasa Inggris yang dikerjakan oleh Claud Field. Terjemahan yang terakhir, seperti yang dijelaskan oleh penerjemahnya, dikerjakan dari terjemahan Bengali-nya yang ringkas. Dus, terjemahan dari terjemahan.

Padahal, edisi asli kitab ini dalam bahasa Persia 2 jilid tebal. Struktur babnya sama dengan Ihya’ ‘Ulum ad-Din, yang terdiri dari 40 buku. Keempat puluh buku dalam Kimiya-yi Sa’adat bisa dibilang merupakan versi padat dari 40 buku Ihya’.

Hal lain yang membedakan Kimiya-yi Sa’adat dengan Ihya’ adalah bab-bab pendahuluannya yang panjang: terdiri dari 4 topik. Keempat topik ini lebih panjang dan lebih filosofis dari buku ke-21 dan ke-22 Ihya’.

Pembicaraan yang teoretis dan filosofis ini mengisyaratkan bahwa Kimiya ditulis untuk kaum terpelajar dan cendekiawan Persia yang tidak bisa berbahasa Arab.

Pada bulan Ramadhan ini, saya ingin berbagi hasil terjemahan saya atas mukadimah Kimiya-yi Sa’adat yang saya ambil dari versi Inggrisnya yang dikerjakan oleh Jay R. Cook.

Untuk kepentingan kawan-kawan, terjemahan saya buat selonggar mungkin, dan dalam beberapa kesempatan atau berseri, lebih merupakan parafrase dari terjemahan literal. Semoga bermanfaat! (*)

Terkait

Turats Lainnya

SantriNews Network