Shalat Tarawih: Pilih Secepat Kilat atau yang Mendayu-dayu?

Ilustrasi - Shalat Tarawih berjamaah (santrinews.com/istimewa)

Sempat viral di media sosial praktek shalat tarawih yang super cepat. Sebagian menyatakan itu sebagai shalat main main. Shalat kok ndak pakai thuma’ninah. Namun sebagian yang lain melihatnya positif.

Mengapa secepat itu? Karena ingin mengejar “Mengingat Allah”, sebab jika terlalu lama, maka pikiran bisa lari kemana-mana, akibatnya tidak khusuk shalatnya. Begitu kira-kira argumen yang menilai positif shalat tarawih yang cepat.

Tapi kalau terlalu cepat kan tidak ada Thuma’ninahnya, berarti batal shalatnya karena meninggalkan salah satu rukun. Benar…!.Tapi itu kan pendapat Syafi’iyyah. Ulama lain seperti Abu Hanifah mengatakan bahwa Thuma’ninah dalam Rukuk dan Sujud adalah Sunnah. Jadi menurut Abu Hanifah, shalat tampa thuma’ninah tetap sah, tidak batal. Nah jangan-jangan yang shalat super cepat ini, mengikuti Abu Hanifah.

Ulama sepakat bahwa Rukun shalat yang harus ada dalam shalat hanyalah Tujuh yaitu; Niyat, takbiratul ihrom, berdiri bagi yang mampu, membaca Fatihah, Ruku, sujud, dan duduk di akhir shalat. Selain itu ulama beda pendapat.

Lalu bagaimana dengan bacaan Fatihah dan juga suratnya?

Sesungguhnya membaca Al Qur’an dalam Shalat tidak perlu difashih-fashihkan, apalagi pakai Qira’ah Sab’ah segala. Sebab tujuan utama diturunkannya al Qur’an adalah untuk mengambil pelajaran, petunjuk dan mengamalkan kandungannya. Tidak begitu bermamfaat jika hanya dibaca dengan “al mad”, imalah, tafkhim, tarqiq dan lainnya, sementara hatinya kosong tidak memahami kandungannya. Begitu disebutkan dalam kitab Bugyatul Musytarsyidin.

Jadi bacaan dengan suara bagus dan indah yang membuat bergidik bulu bulu dan membuat cucuran air mata saja, tidak cukup, jika hati tidak mengingat Allah. Yang diingat hanya makhraj-mahkraj huruf, tajwid, dan keindahan bacaannya.

Dalam ibadah, kemaslahatannya sangat personal. Bagi yang khusuk dengan shalat cepat, dipersilahkan. Dan bagi yang merasa khusuk dengan shalat panjang ya dipersilahkan. Tidak usah diperdebatkan. Kecuali jika sudah masuk dalam jamaah, ya harus seragam.

Semoga Allah menerima ibadah kita, sebagian saja cukup, sangat bersyukur jika semuanya.

Tulisan edisi ringan. Wallahu A’lam. (*)

Situbondo, 24 April 2020

KH Imam Nakha’i, Dosen Fikih-Ushul Fikih di Ma’had Aly Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.

Terkait

Ubudiah Lainnya

SantriNews Network