Tidak Disiplin, Polisi Harus Mondok di Pesantren

Pengajian polisi - ilustrasi. (dok/santrinews.com)

Gunungkidul – Kepolisian resort Gunungkidul, Yogyakarta melakukan gebrakan baru yang terbilang unik dalam menegakkan disiplin. Anggota polisi yang sering melanggar disiplin alias indisipliner, diberi sanksi dengan dikirim ke pondok pesantren.

Mereka diwajibkan mondok dan belajar agama di pondok pesantren selama dua minggu. Kebijakan ini terbilang unik. Pasalnya, jika ada oknum polisi bersalah biasanya akan dihukum dengan dimasukkan ke sel kurungan.

Kapolres Gunungkidul, AKBP Faried Zulkarnaen mengatakan, keputusan itu diambil agar setiap anggota yang melanggar bisa belajar agama.

Ia menilai, hukuman kurungan tidak akan banyak memberikan efek jera dan kurang mendidik. Bahkan, bisa jadi akan semakin tidak disiplin.

“Biasanya kita masukkan ke sel, tapi sekarang kita pondokkan biar imannya semakin kuat,” kata AKBP Faried, Ahad, 1 September 2013.

Selasa, 27 Agustus 2013, pekan lalu, AKBP Faried menyidangkan kasus indispliner oleh dua anggotanya. Yakni Brigadir berinisial ESN dan Bripka MR. Kedua oknum polisi itu bukannya di sel, melainkan dikirim dikirim ke Pondok Pesantren Al Hadid Karangmojo, untuk belajar agama selama 14 hari dan 21 hari.

“Kebetulan keduanya beragama Islam, maka saya serahkan sama Pak KH Yusuf Ismail Al Hadid di Pondok Pesantren Al Hadid Karangmojo,” ujarnya.

Selama berada di pesantren mereka berdua diharapkan mendapatkan pencerahan dan pendidikan agama. “Sehingga bila nanti kembali ke kesatuannya bisa menjadi lebih baik,” tandasnya.

Pelanggaran yang dilakukan dua anggota Sat Sabhara Polres Gunungkidul adalah sering tidak masuk kerja. Keduanya pun telah beberapa kali diberi peringatan.

“Karena dia anak buah saya, maka sudah menjadi kewajiban saya untuk melakukan pembinaan,” ujarnya.

Sanksi ini diambil karena pondok pesantren dianggap dapat memperbaiki perilakunya serta bisa mengajarkan agama kepada anggota lainnya.

“Pondok pesantren saya piilih menjadi solusi untuk membina anggota yang nakal,” dia memberi alasan, seraya menambahkan, bagi anggota yang non muslim akan diberi hukuman lain yang juga bersifat mendidik.

Setelah mendapat sanksi dengan cara di Pesantrenkan tetap saja tidak ada perubahan, maka, kata Faried, pihaknya akan memberikan sanksi lain berupa Sidang Kode Etik, bisa PDH (Pemberhentian Dengan Hormat) hingga yang paling berat PTDH (Pemberhentian Dengan Tidak Hormat).

“Kalau tetap, itu berarti memang sudah sulit dibina. Maka sanksinya Sidang Kode Etik,” tegasnya.

Bripka ESN mendapat hukuman nyantri selama 14 hari. Selama waktu itu, Bripka ESN mengaku akan akan memanfaatkannya semaksimal mungkin untuk memperbaiki diri dengan cara banyak belajar agama.

“Saya banyak mendapatkan pengetahuan agama Semoga setelah lulus dari pesantren, saya menjadi lebih baik,” katanya.

Sementara, Bripka MR mengaku bahwa hukuman yang diberikan kepadanya berdampak positif. Bapak tiga orang anak ini mengaku tidak merasa terbebani untuk belajar agama di pesantren. Sebab, dirinya mendapat banyak pengetahuan agama.

“Di sini bisa mendapatkan ilmu agama, kalau di sel paling-paling tidur terus,” kata Bripka MR

Diakui Bripka MR, selama 15 tahun dirinya menjadi anggota kepolisian, baru kali ini mendengar dan menerima kebijakan belajar agama di pesantren.

“Biasanya kan di tahan di sel. Ini solusi yang paling tepat, karena kita bisa lebih dekat dengan Allah SWT,” ujarnya.

Selama di pesantren, dia mengaku mengikuti seluruh kegiatan seperti layaknya santri yang lain. Seperti sholat Tahajud dan wajib memasak sendiri.

“Bersama 15 santri lainnya memasak sendiri, tergantung keadaan meski hanya sambel, kalau disini terasa nikmat,” kata pria yang diwajibkan belajar selama 21 hari ini.

Ustad Sutasmin, salah seorang pengasuh Pondok Pesantren Al Hadid yang menangani kedua anggota Polres Gunungkidul, itu mengatakan, kedua anggota polisi ini diperlakukan sama seperti santri lainnya.

“Semua memulai kegiatan keagamaan sejak dinihari. Semua santri diberi pendidikan tentang akidah, akhlak dan fiqih,” jelasnya.

Dia berharap setelah lulus dari pesantren keduanya bisa lebih baik dalam melayani masyarakat serta tidak melakukan pelanggaran indisipliner lagi. (jaz/ahay).

Terkait

Daerah Lainnya

SantriNews Network