Gus Mus Ungkap Faktor Pesantren Banyak Melahirkan Sastrawan

KH A Mustofa Bisri alias Gus Mus (santrinews.com/asyari)

Situbdon – KH A Mustofa Bisri alias Gus Mus mengatakan, sastra adalah makanan sehari-hari orang pesantren. Itulah yang membedakan orang pesantren dan nonpesantren.

Hal itu disampaikan Gus Mus saat menyampaikan pidato kebudayaan pada Muktamar Sastra 2018 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Rabu, 19 Desember 2018.

Hadir dalam kesempatan ini, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah KH Ahmad Azaim Ibrahimy, Budayawan KH D Zawawi Imron, dan ratusan sastrawan dari sejumlah daerah di Indonesia.

“Orang pesantren punya humor, kesantunan, kelembutan. Ada atsar dari sastra Alquran pada diri mereka. Sebab, mereka tidak hanya membaca tapi juga mempelajari ilmu alat untuk memahami keindahan Alquran,” kata Gus Mus.

Menurut dia, pesantren banyak melahirkan sastrawan. Pengasuh pesantren di Rembang ini menyebut sejumlah nama, antara lain KH Abdul Hamid (Mbah Hamid) Pasuruan.

“Mbah Hamid sejak di Tremas sudah dikenal sastrawan. Kiai Asad juga sastrawan. Tapi, keduanya lebih menonjol kewaliyannya,” ujarnya.

“Ini kebalikan saya lah,” kelakarnya diikuti tawa ribuan santri dan sastrawan yang memadati Auditorium Pesantren Salafiyah.

Sastrawan pesantren lainnya adalah Hadlratus-Syekh KH Hasyim Asy’ari. Menurutnya, Mbah Hasyim suka membuat syair saat ada perbedaan pandangan dengan ulama lain agar tidak dipahami langsung oleh santri.

“Ini untuk menyembunyikan perbedaan pandangan di antara mereka supaya santri tidak menganggap permusuhan. Saking hati-hatinya, mereka gunakan syair,” tuturnya.

Hal senada disampaikan KHR Ahmad Ahzami Ibrahimy. Menurutnya, masyayikh pesantren Situbondo banyak melahirkan karya sastra. Salah satunya syair “Aqoid Seket” yang disempurnakan oleh KH As’ad Syamsul Arifin (alm).

KHR Ahmad Ahzami menilai pesantren adalah dunia sastra yang sesungguhnya. Kegiatan sastrawi di pesantren bahkan sudah dilakukan sejak sebelum subuh melalui pembacaan syair pujian. Juga di kelas-kelas dalam kajian Nahwu, Sharaf, dan Balaghah. Pada Selasa dan Jumat, karya-karya satra semisal Albarzanji dan Addiba’i juga dibaca para santri.

Akan hal ini, Menteri Agama Lukman Hakim berseloroh, jangan-jangan kegiatan santri dalam sastra dilakukan selama 24 jam. Tidak semata dari bangun tidur hingga mau tidur.

“Saya menduga, jangan-jangan mimpinya santri dan ulama pesantren juga terkait sastra,” kelakarnya diikuti tepuk tangan hadirin.

Muktamar Sastra akan berlangsung hingga 20 Desember 2018. Muktamar didesain dalam sidang pleno dan diskusi panel. Gus Mus menyampaikan pidato kebudayaan dengan tajuk “Santri, Sastra, dan Peradaban”.

Sub tema yang akan dibahas hingga besok, antara lain: Sejarah Kasusastraan Pesantren, serta Pergumulan Kasusastraan di Indonesia. Akan diputar dan didiskusikan film Dakwah dan Jalan Dakwah Pesantren. (red/hay)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network