Buku Inspirasi
Jangan Mengaku Kaya Sebelum Berbagi

Data Buku
Judul : Kaya dengan Bersyukur
Penulis : Aura Husna
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, 2013
Tebal : xii + 189 halaman
Peresensi : Suhairi Rachmad
Makin mampu seseorang mengarahkan hidupnya, maka ia makin pandai menggunakan waktunya untuk kepentingan-kepentingan konstruktif (Rallo May).
Setiap orang mendambakan hidup kaya raya; punya rumah sendiri, mobil pribadi, dan beberapa nomor rekening. Kekayaan yang dimilikinya bisa menjamin kebutuhan hidup hingga beberapa keturunan. Bahkan, setiap minggu bisa berlibur bersama anak-isteri ke tempat-tempat yang indah dan hotel berbintang.
Ironisnya, kekayaan yang diperoleh terkadang tidak melalui prosedur yang benar. Praktik korupsi yang hingga kini menjadi virus bangsa ini tidak dianggap sebagai sesuatu yang memalukan. Praktik korupsi menjadi karakter bangsa yang sulit diberantas. Oleh karena itu, patut sekali kita merenungkan pernyataan Rallo May pada awal tulisan ini.
Buku Kaya dengan Bersyukur karya Aura Husna ini mencoba menyajikan cara lain bagaimana seseorang menjadi kaya. Kaya juga berarti limpahan nilai dalam diri (nonmateri). Orang yang kaya adalah orang yang mampu menghadirkan nilai-nilai positif yang diakui oleh masyarakat dalam dirinya (hal. 7).
Potret buram bangsa ini dengan julukan negeri ‘terkorup’ merupakan sebuah indikator bahwa para koruptor telah gagal mengarahkan hidupnya menuju masa depan yang lebih baik. Mereka berindak tidak sesuai dengan hati nurani, melainkan mengedepankan hawa nafsu yang sering didominasi perilaku syaitoniyah.
Kekayaan hakiki bukan diukur dari seberapa banyak kita menumpuk harta, tetapi seberapa banyak kita menyalurkan harta yang kita miliki untuk kepentingan sosial. Dengan kata lain, puncak kekayaan kita sesungguhnya adalah seberapa bermanfaat kita di tengah-tengah orang lain. Ketika kita memiliki harta, seberapa manfaat harta kita yang dirasakan orang lain (hal. 27).
Sejumlah tokoh dunia berusaha menyalurkan harta yang dimilikinya untuk kepentingan sosial. Mungkin Anda pernah mendengar nama Bill Gates, Oprah Winfrey, JK Rowling, Donal Trump, Robert Kiyosaki, dan Warren Buffet. Nama-nama tersebut merupakan tokoh terkaya yang menduduki peringkat atas tingkat dunia. Namun, kekayaan tersebut bukan diperoleh dari praktik korupsi, sehingga, mereka tidak kikir untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial.
Bill Gates misalnya, menyumbang US$ 5 miliar untuk yayasan sosial bernama Bill & Melinda; Oprah Winffrey menyisihkan hampir 20 juta poundsterling atau sekitar 340 miliar rupiah kekayaannya untuk kegiatan sosial; JK Rowling menyumbangkan hasil penjualan buku The Tales of Beedle the Bard yang tertjual 2,6 juta kopi kepada anak-anak terlantar di Eropa di bawah koordinasi Children’s High Level Group (hal. 72-74).
Aksi donasi harta untuk kepentingan sosial merupakan usaha penyucian harta yang diperoleh secara halal. Harta sebagai karunia Tuhan terdapat sebagian hak anak yatim dan fakir miskin. Menyisihkan sebagian harta untuk mereka berarti kita telah melakukan syukur. Menurut Erbe Sentanu, gelar gelombang rasa syukur dan ikhlas adalah jalur komunikasi terkuat antara makhluk dan sang pencipta.
Profesor Robert Emmons (psikolog dari University of California) pernah mengadakan penelitian. Di antara respondennya adalah pasien penerima organ cangkok, penderita penyakit otot-saraf, dan kelompok anak kelas V SD yang sehat. Mereka diminta untuk menuliskan lima hal yang mendorongnya untuk bersyukur dan lima hal yang mendorongnya untuk mengeluh.
Ternyata? Orang-orang yang rutin menuliskan lima hal yang mendorong mereka untuk bersyukur setiap hari melaporkan bahwa kondisi fisik dan psikisnya mengalami peningkatan ke arah yang lebih positif dibandingkan responden yang menuliskan keluhan (hal. 162).
Apa artinya? Manusia harus belajar bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan. Syukur memiliki energi positif yang mampu membangkitkan semangat hidup untuk berbuat hal-hal yang positif. Belajar berbagi dengan orang lain merupakan salah satu bentuk syukur. Berbagi dengan orang lain berarti belajar memahami perasaan orang lain.
Buku setebal 189 halaman ini sarat dengan motivasi dan hikmah. Selain ditulis dalam bahasa yang lugas, buku ini menuntun pembaca agar tidak rakus dan serakah. Bahkan, buku ini mengajak pembaca agar meningkatkan rasa solidaritas kepada sesama. Buku ini seakan-akan berisi doktrin, jangan mengaku kaya sebelum berbagi !
*Peresensi adalah Alumnus Universitas Jember. Kini sebagai staf pengajar di Madrasah Aliyah Mambaul Ulum Ganding Sumenep.