KH Cholil Navis: Dakwah Harus Kaya Inovasi
KH Cholil Navis (dua dari kanan) bersama tiga narasumber dalam diskusi 'Menyikapi Konflik Sunni-Syi’ah dalam Bingkai NKRI' di Kantor PWNU Jatim, Surabaya (santrinews.com/hady)
Surabaya – Wakil Katib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr KH Cholil Navis, Lc, MA mengatakan, dakwah Islam di masa mendatang harus lebih kaya inovasi mengingat tantangan zaman semakin komplit. Sebab, berkutat dengan cara-cara dakwah konvensional akan membuat dakwah para ulama kurang menarik bagi masyarakat.
“Bahkan saat khatib menyampaikan materi khotbah Jum’at, tidak jarang jamaah yang tertidur,” kata Kiai Cholil Navis, dalam diskusi bertajuk “Menyikapi Konflik Sunni-Syi’ah dalam Bingkai NKRI” di Kantor PWNU Jawa Timur, Jalan Masjid al-Akbar Timur Surabaya, Kamis, 18 Desember 2014.
Realitas itu, menurut Kiai Cholil Navis, mengindikasikan bahwa dakwah yang dilakukan para penceramah ternyata tidak lagi menarik.
“Karenanya diperlukan sejumlah inovasi agar dakwah yang disampaikan benar-benar dapat menyentuh semua lapisan masyarakat,” tandas dosen pasca sarjana di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ini.
Kiai Cholil Navis tampil bersama tiga narasumber lain, yakni Prof Dr M Baharun SH MA (Ketua Komisi Hukum MUI Pusat), Habib Zen Al-Kaff (Ketua Yayasan al-Bayyinat), Prof Dr Musta’in Mashud (Unair) dan dimoderatori Drs H Zubaidi, MA (Wakil Sekretaris Komisi Dakwah MUI Pusat). Kegiatan ini hasil kerjasama antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dengan Aswaja NU Center Jawa Timur.
Aktifis Lembaga Bahtsul Masail PBNU ini menambahkan, para ulama terdahulu khususnya Walisongo melakukan islamisasi secara elegan sehingga mayoritas rakyat Indonesia menganut Islam dengan penuh kesadaran.
“Metode dakwah yang dilakukan para ulama kita terdahulu dengan sentuhan kultural sehingga mampu mengubah masyarakat menjadi muslim,” ujar alumnus program doktor di University Malaya Malaysia ini.
Untuk saat ini, menurut dia, para ulama tidak cukup berdakwah hanya melalui pendekatan budaya seperti yang dilakukan Walisongo. Terdapat banyak media yang bisa digunakan sebagai sarana berdakwah. Ada website, media sosial semisal milis, facebook, twitter, youtube dan sejenisnya. “Karena dari sejumlah media ini, akan ditindaklanjuti dengan pertemuan atau kopi darat untuk membahas sejumlah persoalan yang menjadi keresahan umat,” tandasnya.
Kendati demikian, hal yang tidak dapat dihindari adalah bagaimana muatan yang disampaikan dapat dengan mudah diterima masyarakat. “Syaratnya memang harus kaya inovasi,” pesannya.
Apalagi di jaman sekarang, sangat jarang masyarakat awam yang mau belajar kepada para ulama dan ahli agama secara langsung. “Mereka ingin mendapatkan ilmu secara instan lewat internet yang terkadang isinya tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ungkapnya.
Karena itu, Kiai Cholil Navis mengajak para ulama, khususnya anak muda NU untuk bisa mengisi medan dakwah ini dengan lebih optimal. “Sehingga dakwah kita menarik dan mudah diterima masyarakat,” tandasnya. (ahay)