Tragedi Tambang Lumajang

Alumni Santri Genggong Bentuk Tim Advokasi Kawal Salim Kancil

Gambar aksi solidaritas terhadap Salim Kancil (santrinews.com/viva)

Surabaya – Tragedi Tambang Lumajang memantik reaksi keras dari sejumlah elemen. Asosiasi Mahasiswa Alumni Zainul Hasan Genggong (AMAZHONE) Surabaya, bahkan bergerak cepat dengan menggelar Musyawarah Akbar. Hasilnya, bersepakat melakukan investigasi dan advokasi.

“Dalam perspektif agama dan konstitusi, pembunuhan adalah sebuah pelanggaran berat kemanusiaan. Pelakunya harus dihukum seberat-beratnya,” kata Ketua Umum AMAZHONE Surabaya, Agus Sholeh, di Surabaya, Senin, 28 September 2015.

Agus meminta aparat keamanan dan penegak hukum untuk mengusut tuntas dan menangkap yang terlibat dalam pembunuhan Salim Kancil. “HAM harus ditegakkan. Tiada ampun bagi pelanggar HAM Kemanusiaan berat,” tegasnya kesal.

Berdasarkan hasil investigasi Tim Advokasi Tolak Tambang Pasir Lumajang, penyiksaan Salim dan Tosan, dua warga penolak tambang itu dilakukan oleh sekolompok preman. Salim disiksa hingga tewas, sementara Tosan berhasil diselamatkan warga lainnya.

Tim advokasi yang terdiri dari Laskar Hijau, Walhi Jawa Timur, Kontras Surbaya, dan LBH Disabilitas, sebelum tewas dipukul dengan batu dan balok kayu, Salim (46) atau akrab dipanggil Kancil, sempat disetrum dan digergaji.

Saat sekitar 40 preman datang menyerbu rumahnya, Sabtu, 26 September 2015, Salim sedang menggendong cucunya yang berusia 5 tahun. Mengetahui ada yang datang berbondong dan menunjukkan gelagat tidak baik Salim membawa cucunya masuk. Gerombolan tersebut langsung menangkap Salim dan mengikat dia dengan tali yang sudah disiapkan.

Para preman tersebut kemudian menyeret Salim dan membawanya menuju Balai Desa Selok Awar-Awar yang berjarak 2 kilometer dari rumahnya. Sepanjang perjalanan menuju Balai Desa, gerombolan ini terus menghajar Salim dengan senjata-senjata yang mereka bawa, disaksikan warga yang ketakutan dengan aksi ini.

Di Balai Desa, tanpa mengindahkan bahwa masih ada banyak anak-anak yang sedang mengikuti pelajaran di PAUD, gerombolan ini menyeret Salim masuk dan terus menghajarnya.

Di Balai desa, gerombolan ini sudah menyiapkan alat setrum yang kemudian dipakai untuk menyetrum Salim berkali-kali. Tak berhenti sampai di situ, mereka juga membawa gergaji dan dipakai untuk menggorok leher Salim.

Agus menambahkan, AMAZHONE Surabaya telah membentuk tim advokasi untuk mengawal kasus tersebut. “Kami juga mendesak pemerintah setempat untuk menghentikan pertambangan pasir illegal yang merugikan masyarakat bawah,” tandasnya. (jaz/onk)

Terkait

Daerah Lainnya

SantriNews Network