Ketika Warga Syiah Sampang Belum Merdeka di Hari Kemerdekaan

Anak-anak pengungsi Syiah sedang mendengar nasihat dari ustazah di rumah susun Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur, 1 Juli 2016 (santrinews.com/bernews)

Sidoarjo – Pemimpin Syiah Sampang, Madura, Iklil al-Milal, menganggap penganut aliran Syiah di Kabupaten Sampang belum sepenuhnya merasakan kemerdekaan secara hakiki. Sebab, mereka masih mengalami diskriminasi karena tinggal di tempat pengungsian dan tidak dibolehkan kembali ke kampung halamannya.

“Makna kemerdekaan hakiki adalah tidak ada diskriminasi kelompok mayoritas atas kelompok minoritas,” kata Iklil saat ditemui di tempat pengungsian di Rumah Susun Puspa Agro, Desa Jemundo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu, 17 Agustus 2016.

Kakak pemimpin Syiah Sampang Tajul Muluk ini meminta pemerintah memulangkan mereka ke kampung halaman, disertai jaminan keamanan jiwa maupun harta benda. “Selama ini kami tidak memperoleh hak untuk hidup di desa kami sendiri.”

Jika pemerintah tidak menjamin keamanan mereka, kata dia, akan menjadi preseden buruk seandainya terjadi kasus serupa. Untuk itu pihaknya akan terus berjuang agar pengungsi bisa kembali ke kampung halamannya. “Kami tidak ingin ada warga lain diusir dari kampungnya sendiri seperti yang sudah kami alami,” katanya.

Di samping alasan itu, dia yakin tidak mungkin pemerintah selamanya memberikan tempat pengungsian dan uang jaminan hidup per bulan. Meski uang jaminan hidup sebesar Rp 700 ribu per jiwa yang diberikan pemerintah saat ini dirasa cukup, tapi nilai itu tak sebanding dengan penderitaan psikis yang dialami di pengungsian.

Menurut Iklil, konflik empat tahun silam yang menewaskan satu warga dan merusak puluhan rumah warga Syiah tersebut bukan karena masalah beda paham keagamaan antara kelompok Sunni dan Syiah. Namun, di balik itu semua, kata dia, ada kepentingan oknum pemerintah dan sekelompok warga yang tidak bertanggung jawab.

Sebanyak 332 pengungsi Syiah Sampang tinggal di pengungsian sejak Agustus 2012 setelah kampungnya diserang dan dibakar warga Sunni. Api membakar 20 rumah di wilayah perbukitan di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben; dan Dusun Gading Laok, Desa Bluuran, Kecamatan Karangpenang.

Tak hanya membakar rumah, penyerang membakar ternak, tembakau di gudang, bambu, dan hutan akasia milik orang Syiah. Mochammad Kosim alias Abu Hamamah tewas di lokasi ketika serangan berlangsung. Sejumlah orang menderita luka bacokan dan lemparan benda keras. (rus/tempo)

Terkait

Daerah Lainnya

SantriNews Network