Merayakan Keindonesiaan (1): Membangun Kebudayaan Nusantara dan Kearifan Lokal

Beberapa waktu lalu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) La Nyala Mahmud Mattalitti menginisiasi gagasan Hari Kebudayaan dan Kearifan Lokal sebagai hari besar nasional. Presiden Joko Widodo diminta untuk menetapkan 1 hari dari 365 hari sebagai Hari Kebudayaan dan Kearifan Lokal tersebut.
Pasalnya, Indonesia ada “tidak sekali jadi”. Sebagai sebuah bangsa, Indonesia bangsa yang majemuk yang terdiri dari 1340 suku bangsa, 718 bahasa daerah, 819 karya budaya dan lain sebagainya. Sementara sebagai negara, Indonesia negara kesatuan yang terdiri dari 34 propinsi, 416 kabupaten, 98 kota, 7.094 kecamatan, 8.490 kelurahan, 74.957 desa dan lain sebagainya.
Indonesia mencapai kondisi di atas, dalam perspektif teori perubahan sosial, tak ujug-ujug. Indonesia mengalami perubahan berlahan-lahan secara linier semenjak pra sejarah, kerajaan Hindu Budha, kesultanan, penjajahan Belanda dan Jepang, sampai Indonesia merdeka.
Indonesia juga mengalami perubahan besar akibat konflik fisik dan non fisik. Penguasa bumi nusantara mengalami siklus dan rezim yang berkuasa silih berganti antar wangsa Sriwijaya, Mojopahit, Samudera Pasai, Demak, Mataram, Belanda, Jepang dan warga bangsa.
Baca juga: Cak Nun: Islam Tak Dapat Dilaksanakan Secara Kaffah Tanpa Kebudayaan
Indonesia merdeka sejatinya peralihan kekuasaan dalam skala besar dari pemerintahan Hindia Belanda dan Kekaisaran Jepang serta berbagai kerajaan dan kesultanan Nusantara pada pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam proses peralihan kekuasaan tersebut, semua kekayaan, manusia, alam, budaya, bangunan fisik, dan lain sebagainya, dikuasai oleh NKRI yang dipimpin oleh Presiden Ir Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta.
Dengan demikian, Indonesia hari ini tak bisa dipisahkan dengan sistem budaya masa lalu, serta sistem budaya masa depan. Keindonesiaan merupakan mata rantai yang sambung-menyambung dari zaman masa lalu, masa kini dan masa depan.
Keindonesiaan merupakan “produk” dan “proses” sekaligus yang membangun kebudayaan nusantara dan kearifan lokal bangsa dan negara yang tiada akhir, selama wilayah kepulauan ini masih ada di jagad raya. (*)
Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute.