Merayakan Keindonesiaan (3): Kesultanan dan Kekuatan Kultural Umat Islam

Jejak peninggalan Kerajaan Ternate Maluku

Sesungguhnya 7 unsur budaya universal seperti dikemukakan Koentjaraningrat sangat nampak dari kebudayaan nusantara. Gabriel Armond dan Sidney Verba dalam Civic Culture, dapat menjelaskan budaya politik sipil nusantara. Bahwa, sejak abad ke-4, warga bangsa sudah menerima otoritas negara dan berpartisipasi di dalamnya.

Kerajaan Salakanegara yang berdiri pada 358 Masehi dan Kutai Kertanegara pada 400 Masehi telah mengawali budaya berbangsa dan bernegara di Indonesia. Rajadirajaguru Jasingawarman adalah Raja Salakanegara, sementara Raja Mulawarman adalah Raja Kutai Kertanegara yang dikenal kedermawanannya dengan memberikan 2.000 sapi pada kaum Brahmana. Posisi kerajaan-kerajaan Hindu ini berada di Jawa Barat ditepi sungai Citarum dan berada Kalimatan Timur di Tepi Sungai Mahakam.

50 tahun kemudian, Kerajaan Tarumanegara berdiri di Jawa Barat di Tepi Sungai Citarum pada 450 Masehi. Kerajaan ini didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman. Ia seorang maharesi India yang pindah ke nusantara akibat daerahnya diserang dan ditaklukan oleh Raja Samuderagupta. Kerajaan Tarumanegara sebelumnya merupakan Kerajaan Salakanegara yang diperintah oleh Sang Maharesi di antara 358-382 Masehi. Namun Kerajaan Salakanegara ini dipindahkan pada Kerajaan Tarumanegara yang dipimpin oleh Wangsa Dewawarman I sampai VIII yang merupakan keturunan dari Maharesi India.

Di Propinsi ujung Barat Indonesia, berdiri kerajaan Islam pertama di Nusantara. Yaitu, Kerajaan Perlak di Nanggroe Aceh Darussalam pada 840. Kerajaan di Serambi Makkah ini didirikan oleh Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah. Masa kekuasaan kerajaan ini antara 840-1292 masehi. Kerajaan ini runtuh akibat perang saudara pada tahun terakhir tersebut.

Selain itu, di Aceh juga berdiri Kerajaan Samudera Pasai pada 1267 masehi. Sultan Malik Sholeh berhasil menggabungkan dua kota, Samudera dan Pasai. Kerajaan ini berhasil membangun pusat perdagangan internasional pada masa Sultan Malik Tohir. Kendati Kesultanan Malaka berada di Malaysia, sebagai Sumatera, Kepulauan Riau, Indragiri dan Tanjung Pura dikuasi oleh Sultan Iskandar Syah. Saat Kesultanan ini dikuasai Portugis, muncul Kesultanan Aceh pada abad ke-16. Kesultanan ini dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan ini mencapai puncak pada 1607-1636 di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda.

Menguatkan kesultanan di ujung Barat Indonesia, berbarengan dengan melemahnya Kerajaan Mojopahit di Jawa, muncul Kesultanan Demak. Raden Fatah yang masih keturunan raja-raja Mojopahit. Kesultanan ini didirikan pada 1478. Raden Fatah yang berkuasa antara 1478-1518 mengklaim sebagai penerus Kerajaan Mojopahit yang runtuh akibat perang saudara, Perang Paregreg, antara Wikramawardhana dengam Bhre Wirabhumi pada 1404-1406.

Setelah Raja Trenggana mangkat, di Kesultanan Demak terjadi perebutan kekuasan di keluarga Sultan antara 1548-1568 masehi. Daerah Panjang atau Pengging berdiri menjadi Kesultanan. Sultan Hadiwijaya naik tahta pada 1568. Kesultanan ini tak berusia panjang seperti Demak, antara 1568-1586 Masehi.

Mataram semula merupakan bagian dari Wilayah Kesultanan Pajang. Wilayah ini diberikan kepada Kiai Ageng Pemanahan atas jasanya pada Pajang. Kesultanan Mataram dipimpin oleh Sultan Suta Wijaya yang merupakan putra dari Kiai Ageng Pemanahan. Kerajaan Islam ini berdiri semenjak 1586 sampai sekarang. Kerajaan dapat menyatukan Jawa dan Madura, dan melawan VOC yang memonopoli perdagangan di Indonesia.

Kesultanan Cirebon berdiri 1430 masehi. Kerajaan ini didirikan oleh Pangeran Walangsungsang yang merupakan putra dari Sri Baduga Maharaja Pajajaran. Pada 1666 masehi, Kesultanan Cirebon dibagi 2, yakni Kesultanan Kesepuhan dan Kesultanan Keanoman. Keturunan Sunan Gunung Jati ini masih bertahta sampai sekarang, kendati hanya menjadi simbol budaya dan tak berkuasa efektif dalam mengendalikan pemerintahan.

Di luar Pulau Sumatera dan Jawa, Kesultanan Islam juga berdiri di Kepulauan Sulawesi, Maluku dan Kalimantan. Di antaranya Kesultanan Gowa Tallo, Ternate dan Taedore, dan Banjar. Kesultanan ini berkembang bersamaan dengan perkembangan agama Islam di berbagai wilayah nusantara sejak abad Ke-9 dari Kota Serambi Mekkah, Aceh.

Kesultanan Gowa Tello didirikan pada 1300. Kesultanan ini merupakan gabung dua kerajaan Gowa dan Tello. Kesultanan ini didirikan oleh Sultan Tumanurung Bainea. Wilayah kesultanan ini meliputi sebagain besar Sulawesi, beberapa bagian Maluku dan Nusa Tenggara, serta pesisir Timur Kalimantan. Kesultanan ini berkuasa antara 1300-1960 masehi. Terakhir kesultanan ini bergabung dengan Indonesia dan menjadi Kabupaten Gowa dengan bupati pertama yang sekaligus Sultan terakhir Gowa Tello, Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin.

Kekuatan Kultural Umat Islam
Kesultanan Ternate dan Teodore merupakan kerajaan Islam di Maluku. Ternate didirikan oleh Baab Mansur Malamo pada 1257. Sedang Tidore didirikan oleh Ciriliyah pada abad ke-9, setelah ia masuk Islam dan berganti nama Sultan Jamalludin. Kesultanan ini dikenal kekuatan perdagangan dan militer.

Wilayahnya terbentang luas. Mulai Maluku, Sulawesi Utara, Timur dan Tengah, Selatan Philipina, sampai Kepulauan Marshall di Pasifik. Kerajaan Islam ini masih bertahan sampai sekarang. Yang berkuasa saat ini Sultan Syarifuddin bin Iskandar Muhammad Djabir Sjah. Wilayah kesultanan ini menjadi bagian dari Indonesia. Kesultanan ini lebih merupakan kekuatan kultural umat Islam disana.

Kesultanan Banjar merupakan kerajaan Islam di Kalimantan. Kesultanan ini didirikan pada 1520, dihapus sepihak oleh Belanda 1860 meski pemerintahan darurat tetap berjalan sampai 1905. Pada 2010, baru Kesultanan ini dihidupkan kembali dengan pelantikan Sultan Khairul Saleh. Kesultanan ini berpusat di Banjarmasin dan terakhir ibu kota kerajaan di Martapura.

Jadi, kerajaan Hindu Budha dan Kesultanan Islam berkontribusi bagi pembentukan struktur dan kultur politik Indonesia. Meski berbagai kerajaan dan kesultanan tersebut saat ini lebih sebagai pemangku moral dan adat budaya daerah. Struktur pemerintahan dikendalikan oleh rezim pemerintah hasil pemilu. Kecuali Kesultanan Yogyakarta, dimana sultan sekaligus gubernur dan paku alam sebagai wakil gubernur. Selebihnya, 33 propinsi dan seluruh kabupaten/kota dipimpin oleh kepala daerah, yang dipilih secara langsung oleh rakyat.

Sistem monarkhi absolut dan monarkhi konsititusional, semenjak Indonesia merdeka, kepala daerah dipilih secara demokratis. Dalam sepanjang Indonesia merdeka, ada 2 periode pemilihan kepada daerah. Satu pemilihan melalui Dewan Perwakilan rakyat Daerah (DPRD), dan dua pemilihan rakyat secara langsung. Pemilu yang disebut terakhir sudah berlangsung 4 putaran: Pada 2005, 2010, 2015 dan 2020. (*)

Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute.

Terkait

Fikrah Lainnya

SantriNews Network