Merayakan Keindonesiaan (8): Keragaman Agama dan Mimpi Perdamaian Abadi
Indonesia merupakan negara yang memiliki aneka ragam budaya, ras, agama, golongan, dan suku. Artinya, Indonesia adalah masyarakat majemuk. Keberagaman ini tercipta karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Setiap daerah memiliki ciri khas dan budaya masing-masing seperti cara pandang, bahasa, dan kepercayaan.
Ihwal jejak agama dan kepercayaan Indonesia tergambar jelas di atlas bumi nusantara. Aliran kepercayaan bergabung ke dalam Majlis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI), beranggotakan Adat Musi (Suka Talaud), Adat Papua (Suku Asmat), Aluk Todolo (Suku Toraja), Arat Sabulungun (Suku Mentawai), Jingi Tiu (Suku Sabu), Kaharingan (Suku Dayak), Kejawen (Suku Jawa), Marapu (Suku Sumba), Masade (Suku Sangir), Naurus (Suku Manusela), Parmalim (Suku Batak), Pelebegu (Suku Nias), Pemena (Suku Batak Karo), Sunda Wiwitan (Suku Sunda), Tolotang (Suku Bugis), Tonaas Walian (Suku Minahasa), Wetu Telu (Suku Sasak), Wor (Suku Biak).
Baca juga: Spiritualitas Jalan Pagi
Agama asli pribumi tersebut dianut tak kurang dari 20 juta penduduk. Sementara agama dari luar, justru berkembang pesat di Tanah Air. Napak tilas 6 agama resmi di Indonesia sangat berkontribusi bagi pembentukan keindonesiaan. Islam berjasa dalam membangunan nasionalisme seperti pandangan Goerge Mc Tuman Kahin, Hindu-Budha berjasa dalam membangun warisan budaya ajaib dunia menurut UNESCO, Kristen berjasa dalam membangun etika dan semangat kapitalisme ala Max Weber.
Begitu juga Kunghucu berjasa dalam membangun etos berbakti dalam berkerja ala Cheng Yang Xioa Shi, serta aliran kepercayaan berjasa pada pembangunan kerukunan iman dalam sosial harmonis, dan lain sebagainya.
Agama satu sisi berkontribusi positif bagi penguatan keindonesiaan, namun sisi lain terkadang mengoyak keindonesiaan. Konflik antar aliran serta konflik agama terkadang menyeruak ke permukaan, lantaran kesalahpahaman dan paham salah dalam membangun kerukunan. Harmoni sosial antar aliran agama, agama dengan agama dan agama dengan pemerintah, kunci penting dan strategis dalam menanggulangi terorisme, radikalisme dan aksi intoleran.
Agama merupakan elan vital perdamaian dunia. Semua agama mengakarkan hidup damai. Untuk itu, dialog agama penting, dan forum komunikasi antara umat beragama tak kalah penting. Sebab, kesepahaman, saling pengertian dan hormat menghormati antar agama dan kepercayaan akan menekan potensi konflik dan mendorong kerjasama dalam membangun Indonesia.
Terlalu besar negeri ini diurus oleh satu agama. Semua agama memiliki pengikut fanatik dan setia. Mereka tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Membangun Indonesia, membangun manusia, membangun manusia, membangun umat beragama. Mereka bukan hanya diberikan ruang, tetapi harus terlibat aktif dalam pembangunan nasional dan daerah. Jumlah umat beragama itu sangat besar, siapa pun tak bisa tutup akan potensi umat beragama ini.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2018, jumlah umat Islam 86,7 persen, Kristen Protestan 7,6 persen, Kristen Katolik 3,13 persen, Hindu 1,74 persen, Budha 0,77 persen, Konghucu 0,03 persen, agama lainnya 0,04 persen.
World Population Review juga menguatkan hasil sensus tersebut. Bahkan angka prosentasenya lebih besar pada 2020, bahwa terdapat 229 juta muslim atau setara dengan 87,2 persen. Sebab itu, perdamaian umat beragama Indonesia bergantung peran umat Islam, terutama dalam membina kerukunan antar sesama umat Islam, wabilkhusus dengan kelompok Syiah dan Ahmadiyah.
Indonesia merupakan negara muslim terbesar, memiliki 800 ribu masjid, 82.418 madrasah, 28.194 pesantren, 30 ribu hafidz Quran, merupakan terbanyak di dunia. Infrastruktur agama ini belum diimbangi peran serta Indonesia sebagai obor dan pelopor perdamaian dunia. Bangsa ini masih terjebak dalam urusan domestik, peran dalam mewujudkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, belum efektif dan signifikan. Dunia menunggu spirit guyub rukun Indonesia dalam membangun kehidupan bersama. (*)
Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute.