NU dan Muhammadiyah dalam Anime

Dikaitkan anime, dua ormas satu nasap Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) laksana seperti Kakak beradik Penerus Rikudo Sennin di anime Naruto. Sang kakak Indra yang memiliki Jalan penerang jutsu Mata (Dojutsu) dan Sang Adik Asura dengan cakra alam (Senjutsu) berlimpah.

Sang Kakak Indra ibarat Muhammadiyah yang dilahirkan bertujuan sebagai sang pencerah dari kedunguan imbas kolonialisme kaum penjajah melalui revitalisasi lembaga pendidikan dan berbagai gebrakan perjuangan yang mencerahkan bangsa.

Sedang Sang Adik Asura ibarat Nahdlatul Ulama yang terlahir untuk membumikan serta menjaga nilai dan tradisi luhur islam Nusantara ala Ahlussunah Wal Jama’ah yang sarat ancaman baik dari rongrongan luar atau pun dalam.

Dengan kata lain Muhammadiyah dan NU harus mampu bersinergi, berkerja sama, saling melengkapi dan berkontribusi bagi Bangsa Indonesia. Mengingat keduanya merupakan saudara dari nasab guru yang sama. Ketimpangan dan ketidak percayaan satu sama lain tentu beresiko besar bagi retaknya sistem muwathonah Indonesia.

Seperti halnya retak dan gejolak dunia shinobi di anime naruto yang juga bermula karena imbas ketidak percayaan dan gejolak idealisme antara kakak beradik Indra dan Asura selaku penjaga dunia ninja hingga berengkairnasi turun menurun ke generasi di bawahnya.

Meski awalnya konflik tersebut memang bermula dari hasutan dan tipu daya adu domba Zetsu Hitam pada si kakak Indra guna memuluskan proyek tujuan pribadi Zetsu. Sama halnya yang juga pernah menimpa Muhammadiyah imbas infiltrasi penganut aliran Islam bergenre radikalisme di jajaran kelembagaan melalui pengaruh politik pada awal 2000-an, yang sebenarnya bertujuan memanfaatkan Muhammadiyah sebagai alat untuk mencapai kepentingan mereka sendiri.

Munculnya tradisi membid’ahkan, menyesatkan, dan sikap ethnosentrisme pandangan Islam tekstual beberapa kader Muhammadiyah di awal 2000-an merupakan hasil nyata infiltrasi hasutan pihak luar ke tubuh organisasi laksana Zetsu hitam.

Untung saja para tokoh sepuh semacam Buya Syafii Cs sadar akan situasi yang menimpa Muhammadiyah kala itu, hingga puncaknya dikeluarkanlah SKPP (Surat Keputusan Pengurus Pusat) Muhammadiyah oleh Ketua Umum Din Syamsudin yang berisikan 10 poin terkait “Kembali ke khittahnya” Muhammadiyah sebagai organisasi independen bebas dari kepentingan politik luar.

Jika di Muhammadiyah ada konsep Islam Berkelanjutan dan di NU lahir gagasan Islam Nusantara, maka kolaborasi Islam Nusantara Berkelanjutan akan menjadi jurus sakti bagi Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Basyariyyah, dan Ukhuwah Wathoniah. Amin.

Rizal Nanda Maghfiroh, Santri Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang.

Terkait

Mimbar Santri Lainnya

SantriNews Network