KH Hasyim: Pilpres Tak Boleh Mengoyak Silaturrahmi Nasional

Jakarta – Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH A Hasyim Muzadi menyerukan masyarakat Indonesia untuk kembali kepada makna luhur Idul Fitri.

Perkara pilpres yang sudah masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK), sebaiknya diselesaikan secara hukum. Masyarakat tidak perlu ramai-ramai karena memang tidak diperlukan oleh hukum.

“Yang diperlukan adalah bukti dan pembuktian. Tidak memerlukan nafsu politik dan kegaduhan masyarakat. Kembalikan pada makna luhur idul fitri,” kata Kiai Hasyim Muzadi di Jakarta, Rabu, 29 Juli 2014.

Menurutnya, Idul Fitri adalah hari raya kemanusiaan. “Jadi yang hari raya adalah humanity (kemanusiaan) kita. Kita sebagai manusialah yang meraih kemenangan dalam idul Fitri ini. Idul Fitri kembali ke ahsani taqwim, yakni wujud makhluk Allah yang terluhur konstruksinya secara lahir batin,” ujarnya.

Umat Islam, kata Kiai Hasyim, dituntut menyempurnakan hubungannya kepada Allah tanpa melupakan penyempurnaan terhadap eksistensi dan peran sebagai makhluk sosial dengan segala pernik-pernik tata hubungan sosialnya.

“Silaturahim dan saling memaafkan serta tolong menolong antara si kaya dan si miskin merupakan pilar pokok Idul Fitri,” tandasnya.

Namun, sambungnya, mewujudkan nilai luhur Idul Fitri dalam praktek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa tidak mudah. Termasuk oleh para pemimpin masyarakat itu sendiri yang seharusnya memberi teladan.

“Memang problem umat beragama bukanlah pada pemahaman agamanya tapi bagaimana me-fakta-kan ajaran itu dalam perilaku kemasyarakatan sehari hari,” tegasnya.

“Oleh karenanya, polarisasi pilpres tempo hari tidak boleh mengoyak silaturrahmi kaum muslimin dan persaudaraan nasional,” imbuh pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang dan Depok ini.

Karena, menurutnya, Pilpres sejatinya untuk bangsa, bukan sebaliknya bangsa harus koyak karena Pilpres. Begitu juga politik harus untuk kepentingan agama, bukan agama untuk kepentingan politik.

Islam, kata Hasyim, mengajarkan bahwa politik adalah alat yang tujuannya adalah keluhuran nilai agama. Umat harus berpolitik agama bukan beragama politik. Karena politik agama adalah politik yang bernafaskan nilai luhur agama. Sedangkan agama politik adalah politik yang mengorbankan agama asal politiknya tercapai.

“Jangan sampai kaum muslimin terjebak dalam strategi menghalalkan semua cara  yang dikenal zaman belanda dulu sebagai ‘het doel heileg de middelen’ (tujuan menghalalkan cara),” pungkasnya. (ahay)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network