MUI Pertanyakan Kenapa Pemerintah Hanya Akui Enam Agama

Ketua MUI H Slamet Effendi Yusuf (bisnis/santrinews.com)
Jakarta – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Kerukunan Umat Beragama H Slamet Effendi Yusuf mengatakan, Indonesia adalah negara Pancasila dan bukan negara agama. Pemerintah seharusnya mengizinkan pemeluk agama di luar enam agama yang diakui negara di dalam kolom Kartu Tanda Penduduk.
Dalam perjalanan sejarah, agama memberikan kontribusi terhadap sejarah kebangsaan negeri ini. Karena itu, semua warga negara seharusnya bebas menuliskan agama yang dianutnya di dalam kolom agama di KTP.
“Masalah ini memang sudah terjadi sejak lama. Dulu, pernah ada kolom golongan di kartu penduduk, ketika itu masih di zaman Belanda. Kolom golongan itu diisi dengan Cina atau pribumi,” kata Slamet, Senin, 2 Desember 2013
“Seiring dengan perjalanan waktu, kolom agama juga seharusnya tidak hanya untuk enam agama yang diakui oleh negara.Apabila ada penganut agama tertentu yang jumlahnya banyak,mereka juga seharusnya boleh mencantumkan agama mereka di kolom KTP,” lanjut Slamet yang juga ketua PBNU ini.
Slamet, seperti dilansir KBR68H, menambahkan, warga negara pemeluk agama di luar enam agama yang diakui negara juga mempunyai hak yang sama untuk mencantumkan agama yang dianutnya di KTP.
Ia memberi contoh, di sejumlah negara di Eropa dan Amerika Serikat, tidak ada kolom agama di dalam kartu tanda penduduk. Namun, semua warga negara tetap dikenai pajak agama sebesar 2,5 persen.
Indonesia adalah negara yang multietnis dengan kepercayaan yang berbeda-beda. Berdasarkan data dari Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), ada 245 organisasi aliran kepercayaan di negeri ini. Salah satu contohnya adalah aliran Kepercayaan terhahap Tuhan Yang Maha Esa. Data ICRP tahun 2005 menyebut, ada 400.000 orang yang menjadi penganut aliran tersebut.
Selama ini mereka mengosongkan kolom agama di KTP karena pemerintah hanya mengizinkan menulis salah satu dari enam agama yang diakui negara. Enam agama itu adalah Islam, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Katolik, dan Konghucu. (jaz/onk)