Perusahaan Pers Diwajibkan Berbadan Hukum PT

Surabaya – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur menyatakan sesuai surat edaran (SE) Dewan Pers Nomor 01/SE-DP/I/2014 tentang pelaksanaan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan standar perusahaan pers, tertanggal 16 Januari 2014, maka perusahaan pers wajib berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT).

“Sesuai pasal 9 ayat 2 UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers haruslah memiliki badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas,” kata Ketua PWI Jatim sekaligus Kepala Perum LKBN Antara Biro Jatim Akhmad Munir saat menjadi narasumber di acara Media Ghatering yang digelar Humas Pemkot Surabaya, Rabu, 12 Nopember 2014.

Selain itu, lanjut dia, sesuai pasal 1 angka 2 UU Pers, badan hukum untuk penyelenggaraan usaha pers adalah badan hukum yang secara khusus menyelengarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.

“Dengan demikian, bentuk badan hukum untuk usaha pers tidak dapat dicampur dengan usaha lain selain di bidang pers,” katanya.

Perusahaan pers juga harus memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya (Pasal 10 UU No. 40/1999).

Ketentuan ini perlu ditekankan, karena Dewan Pers menemukan sejumlah kasus perusahaan pers hanya memberikan kartu pers kepada wartawannya tanpa memberi gaji, dan meminta wartawannya untuk mencari penghasilan sendiri.

Perusahaan Pers wajib memberi upah kepada wartawan dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun(Butir 8 Standar Perusahaan Pers).

Terakhir perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan, khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan (Pasal 12 UU No 40/1999).

Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 12 ini dapat dipidana denda sekurang-kurangnya Rp100 juta. Dalam hal ini, secara khusus, masih banyak ditemukan perusahaan pers yang tidak mengumumkan nama penanggung jawab secara terbuka melalui medianya.

Sebagai tindaklanjut atas Surat Edaran ini, Dewan Pers hanya akan memasukkan data perusahaan pers yang telah mematuhi ketentuan di atas ke dalam website Dewan Pers dan buku Data Pers Nasional yang diterbitkan setiap tahun.

Website Dewan Pers http://www.dewanpers.or.id/page/data/perusahaan/, sedangkan standar Perusahaan Pers dapat diakses melalui link berikut ini: http://www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/peraturan/?id=504.

Menurut dia, seperti dilansir Antara, ketentuan tersebut tidak untuk merugikan perusahaan pers, namun sebaliknya, justru sangat sangat menguntungkan perusahaan pers. Ia mencontohkan, dengan berstatus PT, maka jika terjadi sengketa hukum di kemudian hari, maka yang akan disita adalah aset PT, bukan wartawan.

Selain itu, lanjut dia, jika berbentuk PT maka akan berlaku UU Pers sehingga jika bersengketa dan dianggap keliru, maka perusahaan pers cukup menggunakan hak jawab, hak koreksi dan permintaan maaf.

Kondisi itu berbeda jika perusahaan pers yang terlibat sengketa hukum berbentuk CV atau firma, maka berlaku tanggung jawab pribadi. Jika perusahaan pers tidak mematuhi SE Dewan Pers, maka Dewan Pers tidak akan menganggap perusahaan itu sebagai perusahaan pers.

Artinya, produk dari perusahaan itu juga tidak akan dianggap sebagai karya jurnalistik. Artinya, jika sampai ada penyitaan maka harta pribadi milik wartawan juga ikut disita. “Jika bukan berbentuk PT, Dewan Pers tidak akan ikut menyelesaikan permasalahan sengketa itu, pasalnya sengketa akan masuk ranah pidana yang otomatis akan diambil alih oleh kepolisian,” katanya.

Hal sama juga diungkapkan Ketua Alainsi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya Prasto Wardoyo. Selain memperhatikan surat edaran Dewan pers tersebut, pihaknya juga menekankan etika peliputan yang hingga kini masih kerap dilanggar.

“Bagaimana mendapatkan berita, mendistribusikan berita dan menjalankan fungsi jurnalisme yang benar. Ini yang perlu ditekankan,” katanya.

Ia mengatakan tugas jurnalisme adalah menyampaikan kebenaran dan mengabdi pada kepentingan publik. “Soal etika peliputan, wartawan bisa mengikuti uji kompetensi wartawan baik yang digelar AJI maupun PWI,” katanya. (set/saif)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network