Soal Investasi Industri Miras, Sikap NU tak Berubah
Jakarta – Sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tak berubah. Menolak rencana pemerintah menjadikan industri minuman keras keluar dari daftar negatif investasi.
Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud mengungkapkan bahwa sejak 2013 Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj telah menyampaikan penolakannya atas investasi minuman keras (Miras) dibebaskan.
Pada 2013 pemerintah baru merencanakan akan menjadikan industri minuman keras yang sebenarnya masuk daftar negatif investasi, menjadi keluar dari daftar tersebut.
Baca juga: Miras Oplosan Marak, PBNU: Pemerintah Tidak Tegas
Sekarang, kata Kiai Marsudi, hal yang dulu sudah diberi masukan ternyata terus berlanjut dan sekarang sudah menjadi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
“Lalu apakah ada perbedaan sikap terdahulu dengan sekarang? Jawab simple kata Ketua Umum NU tetap tidak setuju baik karena qoliiluhu aw katsiruhu (baik sedikit atau banyak) hukumnya tetap haram,” kata Kiai Marsudi, Senin, 1 Maret 2021.
Kiai Marsuki menegaskan, betapapun hal tersebut ada manfaatnya untuk pertumbuhan ekonomi, namun mudharatnya sangat besar. “Tidak sebanding dengan mudharatnya. Karena menyangkut mudharat yang langsung terhadap kehidupan manusia,” tegasnya.
Belum lama ini pemerintah telah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Sebelumnya, industri minuman beralkohol merupakan bidang insdustri tertutup.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per 2 Februari 2021.
Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.
Menurut Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, kebijakan tersebut akan membuat investor berlomba-lomba membangun pabrik minuman keras.
Kiai Said menilai, pendirian pabrik baru atau perluasan yang sudah ada akan mendorong para pengusaha mencari konsumen minuman beralkohol yang diproduksinya demi meraih keuntungan.
“Minuman keras jelas-jelas lebih banyak mudlaratnya daripada manfaatnya,” kata Kiai Said, Ahad, 28 Februari 2021.
Baca juga: NU Jatim Dukung Raperda Pengendalian Minuman Beralkohol
Di sisi lain, kata Kiai Said, yang akan dirugikan dari kebijakan adalah masyarakat.
Kiai Said tidak sepakat terhadap produksi minuman beralkohol ini untuk tujuan ekspor atau untuk memenuhi konsumsi di wilayah Indonesia Timur yang permintaanya tinggi.
“Seharusnya kebijakan pemerintah adalah bagaimana konsumsi minuman beralkohol ditekan untuk kebaikan masyarakat, bukan malah didorong untuk naik,” tegasnya.
Kiai Said menilai alasan pendirian pabrik baru untuk memenuhi konsumsi ekspor dan Indonesia Timur, sama seperti yang dilakukan oleh para petani opium di Afganistan.
“Mereka mengaku tidak mengkonsumsi opium, tapi hanya untuk orang luar. Kan seperti itu,” ujarnya. (red)