Tak Ada Ruang Tokoh Militer dalam Kontestasi Politik

Jakarta – Dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia Edy Prasetyono menegaskan, partai politik seharusnya tidak menginginkan dan memberikan ruang untuk para tokoh militer agar tidak terlibat di wilayah selain tugas pokoknya.

Hal itu diungkapkan Edy menanggapi adanya partai politik yang menginginkan tokoh-tokoh dalam TNI untuk turut berlaga dalam kontestasi politik. Menurut dia, hal tersebut tidak etis.

“Mestinya kalau sistem kepartaian benar, jangan memberi ruang ke TNI. Ketum partai mempunyai kewajiban memperkuat kaderisasi di dalam, kenapa tiba-tiba memilih kepala daerah melirik orang lain. Kalau saya, saya tutup,” ujarnya di Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2017.

Sipil dan militer, ucap Edy, perlu bekerja dalam ranah dan kewenangan masing-masing.

Dalam konteks reformasi militer, menghilangkan budaya berpolitik di tubuh TNI menghadapi beberapa kendala karena dipengaruhi beberapa persepsi ancaman dan kepentingan institusional.

Namun, reformasi militer tidak hanya merupakan beban TNI, ujar Edy, melainkan juga sipil yang juga harus berbenah menjalankan supremasinya dengan konsekuen dan efektif.

“Sebagian besar kalaupun ada kegagalan dalam reformasi militer, sebagian besar karena ada ketidaksiapan kita (sipil),” tutur dia.

Selain itu, Edy berpendapat diperlukan instrumen yang dibutuhkan oleh kekuatan keamanan agar reformasi militer berjalan.

“Sebetulnya mereka bisa dibuat lebih tenang dengan misalnya kecukupan anggaran, kecukupan alutsista,” kata dia.

Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan sebuah pernyataan terdapat instansi di luar TNI dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang mengimpor 5.000 pucuk senjata.

Ucapan itu kemudian “diralat” oleh Menkopolhukam Wiranto dengan menyatakan bahwa impor itu berjumlah 500 pucuk. Ia juga mengatakan terdapat komunikasi yang terputus di antara para pimpinan TNI, Polri dan Badan Intelijen Negara atau BIN. (us/ant)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network