Kombes IPPNU 2017

Ungkap Akar Terorisme, KH Maman: IPPNU Pemegang Sejarah

Ketua LDNU Pusat KH Maman Imanulhaq (kiri) menjadi narasumber di ruang Arafah Asrama Haji Yogyakarta, Jumat Malam, 27 Oktober 2017 (santrinews.com/husnawati)

Yogyakarta – Ketua Lembaga Dakwa Nahdlatul Ulama (LDNU) Pusat KH Maman Imanulhaq menyatakan bahwa terorisme berawal dari puritanisme. Dari puritanisme itulah radikalisme muncul, lalu kemudian terorisme.

Demikian disampaikan aat menjadi narasumber pada “Seminar Pembentukan Karakter Dasar Pelajar Menolak Radikalisme Sejak Dini” di ruang Arafah Asrama Haji Yogyakarta, Jumat Malam, 27 Oktober 2017.

“Puritaneisme melahirkan radikalisme, dan radikalisme melahirkan terorisme. Puritaneisme ditandai dengan beberapa ciri tertentu,” ujarnya di seminar dalam rangkaian acara Konferensi Besar (Konbes) IPPNU itu.

Menurut pria yang akrab dipanggil Kang Maman itu, ada ciri puritanisme. Pertama, literalis yaitu mereka yang membaca sumber hukum atau ayat Al-Quran hanya sepenggal atau sepotong saja sehingga tidak dapat memahami suatu fenomena secara faktual.

“Posisi IPPNU sebagai pelajar harus menjadi The leader is a reader, IPPNU adalah calon generasi penerus bangsa. Untuk itu mari wujudkan pelajar putri peduli literasi,” tegasnya.

Ia berharap kader IPPNU paham 3 buku, buku kuning atau kitab-kitab kuning, buku putih seperti buku-buku sosiologi dan antropologi, dan buku abu-abu seperti kejadian-kejadian faktual yang ada di sekitar.

Kedua, ahistoris. Ia mengutip ungkapan Presiden pertama Indonesia Soekarno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah.” Ungkapan ini selaras dengan ungkapan “Barang siapa yang tidak mempunyai negara maka dia tidak memiliki sejarah, dan barang siapa yang tidak memiliki sejarah maka dia akan dilupakan.”

“Orang-orang ahistoris adalah orang yang tidak mempunyai sejarah berdirinya pemahaman dan organisasinya sehingga dia mudah dilupakan oleh bangsanya. IPPNU tentu pemegang sejarah para pendiri NU sebelumnya. Untuk itu jangan tinggalkan mempelajri sejarah,” tandasnya.

Ketiga, anti dialog. Orang radikalis tak mau berdiskusi, dan tidak mau ukhuwah. Karena itu, peran IPPNU yang berkomitmen untuk mengawal deradikalisasi di kalangan pelajar dalam dunia pendidikan harus siap untuk berdialog baik itu lintas organisasi maupun lintas agama.

“Puritanisme itu licik, selalu mencari kesalahan dan kelemahan orang untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” kata pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan Majalengka ini. (anty/hay)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network