Wacana Fatwa Mati Hubungan Sesama Jenis, Menag: Kita Kedepankan Pendekatan Persuasif

Menteri Agama H Lukman Hakim Saifuddin (santrinews.com/dok)

Jakarta – Menteri Agama H Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, semua agama tidak mentolerir hubungan sesama jenis. Namun, menurutnya, untuk memberi hukuman berat bahkan hukuman mati kepada pelakunya perlu telaah hukum lebih lanjut.

“Kementerian Agama tidak mentolerir hubungan seksual antar sejenis. Namun kemudian apakah perlu diberi hukuman sanksi maksimal sampai hukuman mati tentu perlu didalami lagi,” kata Menag Lukman Hakim, seusai mendampingi Presiden Joko Widodo pada upacara Tawur Agung Kesanga Perayaan Nyepi 1937 Saka/2015 M, di Candi Prambanan, Yogyakarta, Jumat, 20 Maret 2015.

“Menurut hemat saya, sejauh itu belum diatur oleh peraturan perundang-undangan, sebaiknya kita kedepankan pendekatan persuasif,” ujarnya.

Dia mengakui bahwa bahwa itu merupakan pilihan masing-masing. “Betul agama tidak mentolerir, tapi perilaku seperti itu juga bisa dimaknai sebagai pilihan,” imbuhnya.

Menurutnya, setiap orang punya kemerdekaan untuk memilih. Tapi kemerdekaan ini perlu arahan, perlu masukan karena agama hakikatnya tidak menghendaki hubungan sesama jenis.

“Ini tantangan bagi tokoh agama, kalangan pendidik, dan tokoh masyarakat untuk menjelaskan bahwa hubungan sejenis memang selayaknya dihindari,” katanya.

Sebelumnya, diberitakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah mengkaji fatwa hukuman mati bagi kaum gay, lesbi, dan transgender. MUI menganggap, selain melanggar norma agama, kelompok ini sudah meresahkan masyarakat.

“Kaum lesbi, homoseksual, dan transgender sudah meresahkan masyarakat. Kalau dahulu kan belum meresahkan. Sekarang banyak anak muda yang terjerumus,” kata Ketua MUI, Umar Shihab.

Meski sudah mempersiapkan kajian, kata Umar, MUI tidak ingin tergesa-gesa untuk memberlakukan aturan tersebut saat ini. “Fatwanya masih tunggu kajian dari komisi fatwa yang menangani. Setelah kajiannya lengkap, kita sosialisasikan. Waktu sebulan fatwa bisa selesai,” ujarnya.

Menurut Umar, MUI melibatkan sejumlah tokoh dan organisasi Islam dalam merumuskan fatwa ini. Saat ini MUI masih mempelajari kesesuaian antara fatwa itu dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

MUI juga telah mempersiapkan antisipasi kemungkinan munculnya pro dan kontra di tengah masyarakat. Menurut Umar, reaksi dari masyarakat merupakan risiko yang harus dihadapi.

“Langkah kami adalah pencegahan dengan dakwah. Kalau ada demo atau serangan, kami punya kekuatan pedoman dari hadis dan Al Quran untuk fatwa,” pungkasnya. (shir/onk)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network