Catatan Redaksi
Seabad Nahdlatul Wathan, Gelora Cinta Tanah Air (1)

Secara historis, Surabaya telah mencatatkan diri sebagai milestone penting gerakan Islam Perkotaan ala thariqati Ahlus sunnah wal Jamaah an-Nahdliyyah, terutama pada awal abad ke-20.
Nahdlatul Ulama dan Surabaya ibarat dua sisi mata uang. Tiga Pilar Nahdlatul Ulama; Nahdlatul Wathan (1916), Taswirul Afkar, dan Nahdlatut Tujjar, lahir dan tumbuh berkembang di kota Surabaya.
Sejak awal Nahdlatul Ulama bernafaskan kebangsaan. Sebelum NU lahir, di kampung Kawatan Surabaya telah berdiri sebuah perkumpulan bernama Nahdlatul Wathan (kebangkitan Tanah Air) yang menitik beratkan aktifitasnya pada peningkatan mutu pendidikan Islam modern yang berwawasan nasionalis, dari sekolah Nahdlatul Wathan inilah cikal bakal modernisasi komunitas epistemik tradisionalis dimulai dengan membangkitkan kesadaran berbangsa dan Cinta tanah air.
Nahdlatul Wathan didirikan oleh KH Wahab Chasbullah sebagai inisiator utama dibantu oleh KH Mas Mansur, H Abdul Kahar (saudagar muslim), Soejono (Arsitek) dan tokoh Pergerakan SI, HOS Tjokroaminoto.
Setelah mendapatkan status badan hukum (rechtspersoon) dari pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1916, Nahdlatul Wathan sebagai lembaga pendidikan dan pergerakan kebangsaan berhasil mendirikan puluhan cabang diberbagai daerah, seperti di Sidoarjo, Malang, Gresik, Jember, jombang dan Jawa Tengah.
Kini, Nahdlatul Wathan telah berumur 100 tahun. Spirit cinta Tanah Air (hubbul Wathan) ditengah ancaman disintegrasi bangsa, terorisme dan radikalisme agama serta liberalisme ekonomi politik, menemukan momentumnya untuk kembali digelorakan di kota kelahirannya, Surabaya.
“Pusaka hati wahai tanah airku
Cintamu dalam imanku
Jangan halangkan nasibmu
Bangkitlah, hai bangsaku!
Indonesia negriku
Engkau Panji Martabatku
Siapa datang mengancammu
“Kan binasa dibawah dulimu!”
Ya ahlal wathan, ya ahlal wathan.
Hubbul wathan minal-iman
Wahai bangsaku, wahai bangsaku.
Cinta tanah air adalah bagian dari iman
Selamat 1 Abad Nahdlatul Wathan, 1916-2016. (*)