Gus Sholah Wafat
Gus Sholah, Sosok Kiai Bersahaja

Suatu hari saya hendak mengadakan tasyakuran kecil-kecilan di rumah. Saat itu baru ngetrend-ngetrendnya BBM, belum ada WhatsApp, saya mencoba membuat undangan tanpa kertas.
Saya pun “membroadcast” cukup melalui media BBM, dan salah satu yang saya share adalah Gus Sholah. Pikir saya yang penting doanya dari apa yang saya maksudkan itu sudah alhamdulillah, tapi ternyata di luar dugaan beliau berkenan hadir ke rumah bersama bu nyai dalam acara tasyakuran kecil-kecilan tersebut.
Dalam kesempatan itu beliau bercerita panjang lebar tentang pesantren terutama pesantren yang beliau asuh; Tebuireng. Beliau menyampaikan tentang rencana regenerasi di Tebuireng tentang siapa dan kapan.
Beliau adalah pribadi yang enak diajak berdiskusi karena tidak memposisikan diri “tinggi” dengan yang lain. Setiap kata memiliki makna karena apa yang beliau ucapkan itu adalah yang beliau lakukan.
Cara memandang terhadap bangsa jauh dari hal-hal yang sifatnya pragmatis. Beliau bisa diterima di sayap kanan dan beliau juga bisa bergaul di sayap kiri. Cara pandangnya terhadap jamiyah Nahdlatul Ulama tampak nothing to loose.
Beliau adalah pribadi yang sudah selesai dengan hidupnya, sehingga beliau merasa tidak ada beban untuk berbeda dengan yang lain jika beliau yakini benar.
Berkali-kali beliau menyampaikan syukurnya atas “capaian usia” yang melampaui kakaknya, Gus Dur, dan saya yakin beliau kini bersuka cita karena kini sudah bisa bersama-sama di alam sana.
Selamat jalan Kiai, rasanya belum selesai diri ini menimbah ilmu kesahajaan yang panjenengan miliki tapi Allah sudah lebih dahulu memanggil. Innalillahi wainnailaihi rojiun. (*)
KH Zahrul Azhar Hans, Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum, Paterongan, Jombang.