Meneropong Masa Depan Agama

Judul : Sosiologi Agama
Editor : Bryan S. Turner
Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cetakan : I, 2013
Tebal : 1182 halaman
ISBN : 978-602-229-267-8
Peresensi : Junaidi Khab

DI dunia modern, agama bertentangan dengan pemahaman konvensional modernisasi sebagai sekularisasi, terus memainkan peran utama dalam politik, masyarakat dan kebudayaan.

Harus diakui bahwa peran tersebut justru meningkat bukannya menurun, sehingga pada tahun-tahun belakangan ini telah muncul kegairahan aktivitas akademis di seputar gagasan semisal agama politik, nasionalisme keagamaan, dan masyarakat pasca-sekuler.

Secara umum, Casanova (1994) menegaskan lebih pada tema yang luas, bahwa agama tampaknya menjadi komponen kebudayaan publik yang semakin penting daripada sekadar urusan kepercayaan dan prakti pribadi.

Kehadiaran buku Sosiologi Agama yang dieditori oleh Bryan S. Turner ini akan memberikan ulasan dan kajian tentang agama dalam lingkungan sosial.

Tema-tema utama dalam sosiologi agama kontemporer meliputi sakralisasi ulang, fundamentalisme, dan kebangkitan agama seperti yang tidak hanya diperhatikan oleh Islam, namun juga oleh Pantekostalisme dan gerakan-gerakan karismatik.

Sebagai akibatnya, studi agama, seperti halnya kajian tentang masyarakat secara lebih umum, telah mengabaikan gagasan tentang proses tunggal modernisasi dengan menerima gagasan tentang “modernitas bermacam-macam” dan dengan menekankan kelanggengan budaya-budaya lokal untuk melawan mesin globalisasi (hlm. 8).

Isitilah keramat dan pengagungan dalam masyarakat dengan eksistensi agama masih menjadi tren yang mesti disikapi dengan baik dan bijak. Karena tak dipungkiri bahwa kesakralan yang ditimbulkan oleh adanya agama di lingkungan masyarakat juga menimbulkan berbagai hal, sehingga kita harus pandai-pandai memilah hal yang sekiranya baik dan buruk untuk menjadi pilihan hidup berkeyakinan.

Agama sebenarnya tempat dimana manusia untuk mencari kedamaian hidup dan pemerdekaan dari segala persoalan hidup, namun di lingkungan masyarakat agama malah menjadi hantu.

Maka tak heran bila ada sebagian yang mengusung tema tentang keutamaan antara beragama dan berkeyakinan. Misalkan saja di Indonesia dipelopori oleh Romo Mangun Wijaya (2014:18) yang menyatakan bahwa iman itu inklusif, sedang agama harus dan selayaknya eksklusif.

GBHN menyatakan bahwa manusia Indonesia seutuhnya ialah manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa. Tidak disebut “manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia yang beragama”. Itu betul. Untunglah, ini barangkali satu-satunya yang baik dari Orde Baru.

Berbeda dengan agama yang lebih didominasi oleh masyarakat, entah mungkin itu atas kebutuhan politik atau untuk memantapkan keimanan. Namun, yang jelas dalam agama juga ada aliran fundamentalisme yang tak bisa dihindari. Seperti halnya fundamental dalam agama tradisi Kristen, “fundamental” didefinisikan sebagai kepercayaan pada Trinitas, ketuhanan Kristus, rusaknya kodrat manusia akibat dosa asal.

Dari luar tradisi Kristen, fundamental didefinisikan sebagai gerakan-gerakan yang berupaya kembali kepada sistem nilai feodal dan ortodoks (hlm. 903).

Namun deskripsi tentang fundamentalisme ini dibatasi pada agama-agama monoteistik. Seperti tradisi-tradisi agama Islam, Kristen dan Yudaisme erat berkaitan dengan dengan tidak hanya secara historis namun juga secara teologis. Umat Muslim mengakui para Nabi Israil dan bahkan memasukkan Yesus sebagai salah satunya! Terlebih-lebih lagi, ketiga agama ini menerima Ibrahim sebagai tokoh berpengaruh yang signifikan dalam tradisi agama mereka dan mengakui ketiga-tiganya memiliki warisan yang sama.

Dengan mencerminkan perkembangan terbaru dalam bidang sosiologi, buku pendamping ini memberikan pengenalan mendalam tentang sosiologi agama dengan penekanan pada pendekatan komparatif dan historis.

Dengan mencakup semua bidang yang relevan bagi para masyarakat umum dan mahasiswa, buku ini dimulai dengan meletakkan landasan antropologis dan sosiologis pendidikan agama dan perkembangan kontemporernya. Pembahasan dilanjutkan dengan analisis bentuk organisasi tradisional dan kontemporer, seperti gereja – tipologi sekte serta “megachurch” dan bentuk spiritualitas modern.

Perdebatan sekularisasi dan masyarakat pascasekuler dipertimbangkan secara mendalam bersama dengan proses globalisasi, fundamentalisme, gerakan karismatik, dan revivalisme.

Buku ini juga membahas sosiologi dalam agama Buddha, Kristen, Hindu, Islam, Yahudi, dan agama-agama China, serta mengkaji eksepsionalisme Amerika dari de Tocqueville dan sesudahnya, nasionalisme agama, gerakan perempuan, dan gerakan kesalehan, serta spiritualitas masyarakat asli Amerika.

Dengan mempertimbangkan perkembangan baru dalam teori sosial dan agama, melalui pembahasan karya terbaru, buku ini berusaha untuk memahami masa depan agama, paduan sosiologi masyarakat modern, etnografi antropologis, dan inquiry filosofi. Pembahasan tentang agama dalam buku ini terdiri dari beberapa penulis yang membidangi tentang agama dan pengaruh sosial yang menjadikan agama sebagai sebuah sandaran kehidupan. (*)

Junaidi Khab, mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya

Terkait

Buku Lainnya

SantriNews Network