30 Pesantren Ikuti Training HAM dan Perdamaian

Surabaya – Sebanyak 30 santri sebagai perwakilan dari 30 pesantren di Jawa Timur mengikuti training HAM dan perdamaian serta respon atas fenomena terorisme, di Hotel Novotel Surabaya, Senin-Jumat, 5-8 Januari 2016.

Mereka berasal dari pesantren di Surabaya, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Sidoarjo, Pasuruan, dan Jombang dengan komposisi 12 perempuan dan 18 laki-laki, berusia antara 17-22 tahun dengan tingkat pendidikan antara kelas 3 SLTA hingga tingkat 2 perguruan tinggi.

Kegiatan tersebut diadakan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman para santri tentang perdamaian dalam Islam, HAM, dan meningkatkan keterampilan mereka dalam menyelesaikan konflik secara damai dalam perspektif Islam dan HAM.

Training ini juga akan dilanjutkan dengan kunjungan (field trip) dan dialog perwakilan 2 pengungsi konflik Syi’ah Sampang di kantor Center for Marginalized Communities Studies (CIMARs) Surabaya. Field Trip ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan santri tentang best practicies bina damai dan penanganan konflik dengan harapan dapat membekali mereka dalam upaya pembangunan perdamaian dan penanganan konflik di Jawa Timur.

Koordinator Program Pesantren for Peace (PfP) Idris Hemay, M.Si menegaskan, program tersebut digulirkan dilatarbelakangi oleh aksi kekerasan dan teror atas nama agama yang terus marak terjadi, belum lama ini misalnya masyarakat dunia dikejutkan dengan aksi kekerasan yang terjadi di Paris, Perancis yang mengakibatkan setidaknya 120 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka-luka.

“Salah satu tersangka pelaku terorisme di Paris adalah Frederick C. Jean Salvi alias Ali, yang menurut berbagai sumber diketahui kerap mendatangi berbagai pesantren di Bandung Jawa Barat. Salah satu pesantren yang pernah dikunjungi adalah Pondok Pesantren Al-Jawami di Cileunyi Bandung,” terangnya.

Pihaknya menilai, bila situasi itu tidak diantisipasi secara dini, maka dapat menimbulkan tafsiran lain wajah pesantren sebagai lembaga pendidikan yang identik dengan kekerasan dan terorisme. Dalam rangka berkontribusi aktif dalam upaya mengurangi dan mencegah aksi kekerasan dan terorisme, pihaknya dari Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Konrad-Adenauer-Stiftung (KAS) dengan dukungan Uni Eropa mengembangkan dan menjalankan sebuah program penting bertajuk “Pesantren for Peace (PfP)”.

Program tersebut dijalankan dengan melibatkan banyak pondok pesantren di 5 wilayah di Jawa, salah satunya di Jawa Timur. Program tersebut diadakan untuk mendorong dan mendukung peran Pesantren sebagai lokomotif moderasi Islam di Indonesia dalam rangka menegakkan dan memajukan HAM, demokrasi, toleransi agama dan pencegahan serta penyelesaian konflik secara damai.

Menurut Idris, hasil penelitian yang dilakukan PfP beberapa waktu yang lalu menunjukkan bahwa pondok pesantren di Jawa Timur masih belum memaksimalkan perannya dalam membangun perdamaian dan mencegah aksi kekerasan. Penelitian tersebut juga mengonfirmasi bahwa akar penyebab konflik dan kekerasan yang terjadi di Jawa Timur sangat beragam, mulai dari aspek teologis hingga ke persoalan ekonomi, politik, dan sosial budaya.

“Hal ini dipicu oleh hadirnya kebijakan yang tidak adil, sikap diskriminatif dan intoleran, rendahnya rasa kebersamaan, menguatnya identitas keagamaan, dan kentalnya prasangka (prejudice) di antara kelompok masyarakat baik di kalangan antaragama maupun intra agama itu sendiri,” papar pria kelahiran Desa Kertagena Tengah, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan tersebut. (anam/jaz)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network