Banser Dicap Kafir Karena Enggan Teriakkan Takbir, Ini Respon PBNU

Ketua PBNU Robikin Emhas (kiri) menyikapi peristiwa anggota Banser (kanan) yang dipersekusi dan dipaksa teriakkan takbir oleh orang berjenggot yang tak dikenal (santrinews.com/istimewa)
Jakarta – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Robikin Emhas mengatakan Islam melarang mengkafirkan sesama muslim, terlebih lagi hanya karena berbeda pandangan.
Menurut Robikin, Islam sangat menekankan keluhuran akhlak. Karena itu, kata dia, orang yang menghina anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) karena enggan meneriakkan takbir telah mencoreng wajah Islam.
“Perilaku merasa diri paling Islam, apalagi disertai akhlak tercela dengan mengolok, mencaci, dan memaksa justru mencoreng wajah Islam dan menurunkan keluhuran ajaran Islam itu sendiri,” kata Robikin dalam keterangan tertulis, Rabu, 11 Desember 2019.
Baca juga: Sejarah Banser, Barisan Paramiliter Pembela Setia NKRI dan Pengawal Ulama
Pernyataan itu merespons video viral di media sosial yang menayangkan dua anggota Banser dicegat dan dipaksa menyerukan takbir. Pelaku bahkan mencaci keduanya dengan hinaan “anjing” dan “kafir”.
Dalam video itu, seorang pria mencegat dua orang berseragam Banser. Mendengar keduanya mengawal Gus Muwafiq, pria itu meminta mereka untuk meneriakkan takbir. Namun mereka menolak karena mereka berpendapat Islam cukup dengan mengucap dua kalimat syahadat.
“Kok buat apa? lu kafir dong lu,” cetus pria berjenggut tipis itu, sambil menyinggung soal ‘tanah Betawi’.
“Lu enggak usah ngajarin gue lu, lu enggak bisa pulang lu, enak aja. Apa lu? Apa lu? Gue cegat lu di sana jawara semua. Anjing lu!” lanjut pria dalam video itu.
Dua anggota Banser yang diketahui bernama Eko Sutriyo dan Wildan itu dipersekusi oleh orang yang tidak dikenal di Jalan Ciputat Raya, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Desember 2019.
Robikin memandang aksi memvonis orang yang berbeda pandangan sebagai kafir tersebut dipengaruhi tren ideologi takfiri yang sedang berkembang di Indonesia dalam beberapa waktu belakangan.
Robikin menjelaskan penganut takfiri selalu memberi stempel kafir kepada siapa saja yang tidak sepaham dengan ajarannya, bahkan sesama muslim.
Baca juga: Takfiri dan Kepentingan Politik
Ia mengapresiasi dua anggota Banser yang tetap tenang dan tak terprovokasi cacian tersebut. Menurutnya, kedua orang itu mencerminkan warga Nahdliyyin.
“Sikap sahabat Eko Sutriyo dan Wildan patut dipuji: Mereka berdua tetap tenang, sabar dan tidak terpancing provokasi berupa olokan, cacian, paksaan dan tindakan yang mengesankan diri paling tahu Islam,” kata Robikin.
Respons dua kader Banser yang tak terprovokasi tersebut, menurut Robikin, justru membuktikan kedalaman kualitas pemahaman keagamaan dan keluhuran akhlaknya. “Sebagaimana diajarkan oleh agama,” pungkasnya. (us/hay)