Dari Seminar Pra-Munas NU: Masyarakat Butuh Media Alternatif

Surabaya – Seluruh elemen masyarakat perlu mengarahkan diri dan keluarganya agar mampu memilih tontonan yang mendidik. Di era komunikasi digital seperti sekarang ini, tontonan begitu mudah diakses, tapi sulit untuk disaring. Pemimpin sebagai panutan masyarakat perlu bergerak agar tontonan alternatif yang mendidik lebih dominan beredar dan diakses.

Soal itu dibahas dalam seminar Pra-Munas NU di kantor PWNU Jawa Timur, Jalan Masjid Al Akbar Timur 9 Surabaya, Sabtu, 8 September 2012. Sebagai pembicara, hadir Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Sa’id Ali, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Prof Sasa Djuarsa Sendjaya, Guru Besar Ilmu Sosial Universitas Brawijaya Prof Dr Solichin Abdul Waha, Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Abd A’la, dan Direktur Trans Corp Dr Ishadi SK.

Seminar kebudayaan bertema “Mengawal Entitas Kebudayaan Indonesia di Tengah Liberalisasi dan Keterbukaan Informasi-Komunikasi” itu KH A Hasyim Muzadi juga hadir sebagai pembicara penutup.

Seminar itu merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka menyukseskan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Pesantren Kempek Cirebon Jawa Barat, pada 14-17 September 2012 mendatang.

Selain seminar, PWNU juga melaunching Koperasi “Mabadiku Bintang Sembilan”, yakni koperasi induk untuk warga nahdliyin Jawa Timur dan masyarakat umum. Koperasi ini berdiri atas kerjasama dengan BRI.

Acara launching Koperasi tersebut dihadiri Wakil Ketua Umum PBNU As’ad Said Ali, Ketua PWNU Jatim KH Hasan Mutawakkil Alallah, Rais Syuriah PWNU Jatim KH Miftachul Akhyar, dan sejumlah pengurus PWNU Jatim lainnya. Dari unsur pemerintah, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf tampak berbaur di tengah peserta dari PCNU se Jawa Timur itu.

Sasa Djuarsa Sendjaya mengungkapkan, saat ini jadwal siaran tidak lagi dibatasi. Stasiun TV nasional bebas membuka siaran selama 24 jam. Proporsi siaran juga tidak diatur. “Tidak ada aturan mengenai porsi siaran pendidikan. Ini terutama terjadi setelah era reformasi. Semua berubah. Negara telah digantikan pasar. Penguasa telah digantikan pengusaha,” katanya.

Ishadi SK mengungkapkan, perkembangan jaringan komunikasi digital mestinya bisa menjadi solusi. Jaringan baru ini lebih efektif daripada yang analog, baik dari kualitas suara maupun gambar karena tidak tergantung pemancar dan menara. “Dengan digital kita tidak usah beli pemancar atau membangun menara, cukup sewa saja dan trend harganya semakin murah,” katanya.

Ishadi meminta pemerintah segera mengambil sikap dalam mengatasi krisis dunia penyiaran dengan memberikan subsidi kepada media-media alternatif. Mestinya, lanjut dia, pemerintah bisa mengambil sikap. Jaringan TV alternatif seperti TV9 milik NU Jawa Timur, dan tv lokal lain, serta berbagai saluran tv digital mestinya menjadi perhatian pemerintah.

Sementara Abd A’la mengatakan, saat ini sudah waktunya masyarakat diarahkan kepada tontonan-tontonan alternatif yang mendidik. “Lembaga pendidikan dan ormas harus bisa berada di garda depan dalam mengarahkan warga, terutama generasi mudanya, dalam memilih tontonan-tontonan yang berkualitas. Tentunya dengan tidak mengecilkan peran pemerintah,” tegasnya. (hay)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network