Kongres PMII

Elit PB PMII Dinilai Indisipliner

Logo Kongres PMII XVIII (dok/santrinews.com)

Surabaya – Mantan Ketua Umum Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Jember, Faidy Suja’ie mengatakan, potret gerakan kaum muda yang mengorganisir diri dalam berbagai Organisasi Kepemudaan (OKP) saat ini sedang mengalami disorientasi, bahkan degradasi.

Termasuk di dalamnya PMII. Alih-alih progressivitas yang dipertaruhkan, yang terjadi justru malpraktek gagasan dan gerakan.

“Organisasi terkesan hanya menjadi batu loncatan untuk mewujudkan impian karier pribadi para pegiatnya,” kata Faidy, saat menghadiri acara “˜Forum Rembuk Sahabat’ Pondok Budaya IKON, di Coffe Toffe Jatim Expo, Surabaya, Jumat 16 Mei 2014.

Menurutnya, organisasi sudah tidak lagi dimaknai sebagai “kawah candra dimuka” untuk belajar tentang kepemimpinan, memupuk idealisme, sekaligus merajut kebersamaan dan persatuan dalam bingkai pengabdian pada bangsa dan Negara.

Dia mencontohkan kasus yang terjadi di tubuh Pengurus Besar PMII yang kerap kali dilanda konflik internal akibat preferensi politik pribadi.

“Di PB PMII periode 2011-2014 ini, banyak sekali pengurusnya yang terlibat dalam pencalegan pada Pemilu 2014 ini,” ungkapnya.

Ironisnya, sambung dia, tindakan indisipliner dan melawan AD/ART tersebut gagal ditindak karena lemahnya kepemimpinan nasional di tubuh PB PMII.

Persoalan ini rupanya akan menjadi salah satu tuntutan penting oleh sejumlah pengurus cabang dan pengurus coordinator cabang PMII se-Indonesia untuk meminta pertanggungjawaban kepada kepengurusan PB PMII periode 2011-2014 di arena Kongres PMII XVIII yang akan digelar di Asrama Haji, Jambi, 30 Mei-7 Juni 2014 mendatang.

“Karena di dalam AD/ART, jelas disebutkan larangan bagi seluruh anggota dan/atau pengurus aktif untuk terlibat dalam kontestasi politik praksis. Entah itu sebagai calon anggota legislatif, maupun tim sukses dari calon kepala daerah/wakil kepala daerah, maupun Presiden/wakil Presiden,” tegasnya.

Dia mengaku miris terjadinya kesenjangan antara cita-cita ideal dengan wujud konkritnya. Dalam mainstream gerakan mereka jelas tergambar semangat untuk melakukan kritik terhadap segenap regulasi pemerintah yang anti-rakyat. Seringkali mereka memperjuangan terwujudnya peraturan-peraturan pemerintah yang pro-rakyat.

“Tapi dalam dinamika internal, ternyata peraturan (AD/ART) organisasinya sendiri justru dianggap remeh oleh beberapa oknum pengurusnya. Bahkan oleh ketua umumnya,” akunya prihatin.

“Kondisi ini tidak hanya menghasilkan preseden buruk bagi dunia aktivisme mahasiswa, tetapi juga mengantarkan arus gerakan mahasiswa dalam involusi pemikiran sekaligus involusi gerakan,” imbuhnya.

Faidy tentu tidak hanya berdeklamasi keperihatinan tersebut. Namun dia buktikan ketika dirinya menjabat ketua umum PC PMII Jember periode 2007-2008. Saat itu, dia bersama ketua umum PC PMII di Jatim berhasil menggalang dukungan untuk melengserkan Ketua Umum PKC PMII Jatim karena mencalonkan diri sebagai calon legislatif melalui opsi Konkorcab Luar Biasa (KLB).

“Sayangnya, ketegasan semacam ini tidak menular di level nasional, karena selama ini elite pengurus PB PMII hanya sibuk menjadi “˜politisi partikelir’ dengan menjual muka dan mencari receh proyek di DPR dan Kementerian,” kritiknya. (jaz/ahay)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network